Sapundu Budaya Dayak Ngaju

Sapundu Budaya Dayak Ngaju



Halo, sobat pustaka, pernahkah kalian mendengar nama Sapundu? Bagi sebagian orang mungkin terdengar asing. Tapi bagi masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, Sapundu bukan sekadar patung kayu biasa. Ia adalah saksi bisu dari ritual suci, penanda status sosial, hingga simbol eksotisme yang menggetarkan rasa kagum siapa pun yang memandangnya.

Di tengah rimba Kalimantan yang lebat, Sapundu berdiri tegak. Ia biasanya terbuat dari kayu ulin—kayu legendaris yang dikenal karena kekuatannya. Orang Dayak menyebutnya kayu tabalian, dan konon katanya, kayu ini bisa bertahan ratusan tahun tanpa lapuk digerogoti usia. Bukan tanpa alasan ulin dipilih sebagai media ukir, sebab dalam kepercayaan Dayak Ngaju, ulin punya energi kuat yang mampu menjadi penghubung antara dunia nyata dan dunia arwah.

Kalau kita berjalan-jalan ke desa-desa adat di pedalaman Kalimantan Tengah, kita mungkin bisa menemukan Sapundu berdiri megah di tengah lapangan upacara. Bentuknya menyerupai manusia, terkadang dengan wajah penuh ekspresi, lengkap dengan hiasan kepala atau atribut khas. Uniknya, meskipun tidak ada aturan adat yang secara ketat mengikat bentuk dan ukiran pada Sapundu, nyaris semua menggambarkan sosok manusia. Bisa jadi ini adalah simbolisasi dari leluhur, tokoh penting, atau gambaran kekuatan spiritual yang dipercaya oleh masyarakat.

Namun fungsi utama Sapundu bukanlah sebagai karya seni semata. Ia hadir dalam setiap upacara Tiwah, yaitu ritual pemakaman kedua bagi masyarakat Dayak Ngaju. Tiwah bukanlah upacara duka, tapi lebih tepat disebut sebagai pesta arwah. Dalam ritual ini, Sapundu digunakan untuk mengikat hewan kurban seperti kerbau atau babi, yang kemudian dipersembahkan kepada roh leluhur. Prosesi ini dipercaya sebagai jalan untuk mengantar arwah menuju Lewu Tatau—dunia setelah kematian.

Baca Juga:

Tatangar Banjar: Elang Terbang Bolak-Balik Ada Orang yang Akan Meninggal

Tapi jangan salah, sobat pustaka, Sapundu juga menyimpan makna sosial yang dalam. Tinggi rendahnya Sapundu, bentuk ukiran, bahkan posisi penempatannya bisa menjadi penanda status sosial seseorang dalam masyarakat. Semakin rumit ukirannya, semakin tinggi pula posisi orang yang dimuliakan melalui Sapundu itu. Dengan kata lain, Sapundu adalah semacam “biografi kayu” yang mengisahkan siapa dan bagaimana kehidupan seseorang semasa hidupnya.

Sayangnya, tidak semua orang memandang Sapundu dengan penuh hormat. Nilai artistiknya yang tinggi justru menjadi incaran kolektor benda antik. Tak jarang Sapundu dicuri, dijual secara ilegal, lalu menghiasi galeri-galeri mahal di luar negeri. Ironis, bukan? Ketika seharusnya Sapundu dijaga sebagai warisan budaya, ia justru tercerabut dari tanah asalnya demi kepentingan pasar seni dan koleksi pribadi.

Dan yang lebih menyedihkan, maraknya pencurian ini membuat keaslian Sapundu mulai dipertanyakan. Banyak replika diproduksi untuk kebutuhan komersial, meninggalkan sisi spiritual dan nilai adat yang menyertainya. Sapundu pun perlahan berubah dari simbol suci menjadi sekadar patung hias.

Sobat pustaka, di sinilah pentingnya kita semua ikut ambil bagian dalam pelestarian warisan budaya bangsa. Sapundu bukan sekadar benda, ia adalah jati diri, memori kolektif, dan warisan leluhur yang perlu dijaga. Perlu upaya bersama—dari masyarakat adat, pemerintah, akademisi, hingga generasi muda seperti kita—untuk memastikan bahwa Sapundu tetap berdiri tegak, tidak hanya di tengah upacara adat, tapi juga dalam kesadaran kita sebagai bangsa yang kaya budaya.

Bayangkan jika suatu hari nanti anak cucu kita hanya bisa mengenal Sapundu lewat gambar di buku sejarah. Atau lebih parah lagi, tidak mengenalnya sama sekali. Maka sebelum hari itu tiba, mari kita rawat, kita hormati, dan kita lestarikan Sapundu sebagai bagian dari warisan tak ternilai yang dimiliki oleh Bumi Borneo.

Sampai jumpa di cerita budaya berikutnya, sobat pustaka! Tetap semangat menjelajah dan merawat kekayaan nusantara kita!

Baca Juga:

Pemilihan Nanang Galuh Intan Kabupaten Banjar 2024

0 Response to "Sapundu Budaya Dayak Ngaju"

Post a Comment