Tumenggung Jalil, Perisai Sultan Banjar dari Banua Lima

Tumenggung Jalil, Perisai Sultan Banjar dari Banua Lima

Gambar yang dibuat

Sobat Pustaka, pernahkah kalian mendengar tentang seorang pejuang muda yang menjadi perisai Kesultanan Banjar di Banua Lima? Namanya mungkin tak sepopuler Pangeran Antasari atau Sultan Hidayatullah, tetapi keberanian dan pengorbanannya layak disandingkan dengan pahlawan-pahlawan besar lainnya. Dialah Tumenggung Jalil, pemuda yang nyalinya lebih tajam dari keris, dan semangatnya lebih berkobar dari bara api perlawanan.

Pada masa Perang Banjar yang berkecamuk hebat melawan penjajah Belanda, Tumenggung Jalil dipercaya sebagai salah satu pemimpin pasukan di wilayah Banua Lima. Kepercayaan ini bukan datang begitu saja. Pangeran Hidayatullah sendiri yang menganugerahkan gelar “Kiai Adipati Anom Dinding Raja” kepadanya. Sebuah gelar yang menunjukkan bahwa Jalil bukan sekadar panglima, tetapi juga benteng pertahanan utama kesultanan di kawasan utara.

Tahun 1859 menjadi saksi awal pergerakan Jalil dalam menyusun kekuatan. Ia dengan cermat membangun pos-pos strategis di daerah Babirik, Alabio, dan Sungai Banar. Jangan bayangkan ini sekadar pos jaga, sobat pustaka. Di sekitar Masjid Amuntai bahkan dibangun benteng kokoh, dan di sepanjang sungai ia membuat berbagai rintangan untuk memperlambat dan menyulitkan kapal-kapal Belanda yang ingin menyerbu dari arah air. Strategi ini menunjukkan kecerdikannya sebagai pemimpin perang muda.

Baca Juga:

𝐇. 𝐘𝐮𝐬𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐳𝐢𝐝𝐝𝐢𝐧. 𝐏𝐞𝐧𝐜𝐢𝐩𝐭𝐚 𝐊𝐚𝐫𝐚𝐤𝐭𝐞𝐫 𝐬𝐢 𝐏𝐚𝐥𝐮𝐢

Namun momen paling bersejarah sekaligus tragis terjadi pada 24 September 1861. Saat itu, Belanda mengerahkan pasukan besar untuk menyerbu Benteng Tundakan. Tumenggung Jalil tidak sendiri. Ia bahu membahu bersama Pangeran Antasari dan para tokoh pejuang lainnya mempertahankan benteng yang sebenarnya hanya dilengkapi dengan 30 pucuk meriam dan beberapa senapan sederhana. Tapi seperti kata orang bijak, bukan alatnya yang menentukan kemenangan, melainkan semangat dan jiwa mereka yang menggunakannya.

Pertempuran berlangsung sengit. Darah mengalir, teriakan perang dan takbir bersahut-sahutan. Benteng Tundakan tak pernah sepi dari desingan peluru dan letupan meriam. Namun siapa sangka, pasukan pejuang kita justru berhasil membuat Belanda mundur! Kemenangan ini bukan karena keajaiban, tapi karena nyali para pejuang yang lebih kuat dari baja. Dan salah satu nyawa yang jadi tumbalnya adalah Tumenggung Jalil.

Ketika pertempuran memuncak, Jalil tak tinggal di garis belakang. Ia justru menerobos masuk ke jantung pertahanan musuh. Seperti halilintar, ia mengamuk di tengah pasukan Belanda. Mayatnya kemudian ditemukan dalam tumpukan serdadu Belanda yang gugur—tanda bahwa ia membawa kematian bagi musuh bahkan dalam hembusan napas terakhirnya. Tubuhnya ditemukan jauh dari benteng, menjadi simbol pengorbanan tertinggi bagi negeri dan agama.

Namun tragisnya, kisah heroik itu belum selesai. Belanda, yang geram dengan keberaniannya, tak puas meski Jalil telah gugur. Mereka mencari hingga menemukan kuburannya. Dengan bantuan seorang pengkhianat, mereka membongkar makamnya. Tengkoraknya diambil, jasadnya dihancurkan. Seorang pahlawan yang begitu mencintai tanahnya, justru dikebiri kehormatannya bahkan setelah mati.

Baca Juga:

Mengenal Guru Syairazi Ulama dari Kandangan

Sobat pustaka, inilah ironi sejarah yang menyayat hati. Di usia yang baru menginjak 20 tahun, Jalil sudah menjadi Panglima Kesultanan. Dan di usia 21, ia sudah menyatu dengan tanah yang ia bela hingga titik darah penghabisan. Namanya memang tak sering terdengar, tapi kisahnya adalah api semangat yang tak boleh padam dalam ingatan kita.

Kini, meski jasadnya tak bersisa dan kuburannya tak diketahui, keberanian Tumenggung Jalil tetap hidup di langit-langit sejarah Banua Lima. Ia adalah perisai yang retak tapi tak runtuh, pelita yang padam tapi tak pernah mati.

Jadi, Sobat Pustaka, lain kali kalian melintasi daerah Amuntai, Babirik, atau Alabio, sempatkanlah sejenak merenung. Siapa tahu, di balik desiran angin dan nyanyian sungai, ada bisikan semangat dari seorang pejuang muda yang pernah menjadikan Banua Lima sebagai benteng terakhir harapan bangsa.

Baca Juga:

Mengenal Sosok Guru Muda Haji Ahmad Barmawi Kulur

 

0 Response to "Tumenggung Jalil, Perisai Sultan Banjar dari Banua Lima"

Post a Comment