Pembangunan nasional bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat. Tujuan pembangunan nasional seperti yang tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Indikator bangsa yang cerdas adalah meningkatnya kualitas pendidikan dan kemampuan literasi dimana kedua indikator ini memberikan sumbangan langsung pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah melalui Perpustakaan Nasional RI yang sudah merancang program program penguatan literasi untuk kesejahteraan sebagai salah satu kegiatan prioritas dalam prioritas nasional pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan dan peningkatan layanan dasar. Dari penguatan literasi ini, diharapkan lahir ide-ide kreatif untuk menggerakkan ekonomi kreatif di masyarakat. Perpustakaan selain sebagai lembaga yang penyedia informasi juga memiliki fungsi sebagai wahana untuk menumbuh kembangkan literasi. Literasi secara umum didefinisikan sebagai kemampuan untuk dapat membaca dan menulis. Pengertian tersebut menunjukan bahwa definisi dari literasi informasi adalah kemampuan untuk menemukan informasi yang dibutuhkan, dan dapat memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada di perpustakaan termasuk didalamnya kemampuan untuk mengevaluasi informasi dan memanfaatkannya secara efektif. Melihat pemahaman tersebut sangat dimungkinkan apabila konsep literasi informasi yang sudah menjadi salah satu ranah kerja perpustakaan ditransformasikan ke dalam kegiatan-kegiatan produktif yang dapat memberi manfaat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Perpustakaan dapat mengambil bagian pada sisi tersebut dengan mentransformasikan layanannya kepada masyarakat dengan berbasis inklusi sosial. Transformasi layanan berbasis inklusi sosial ini merupakan pendekatan dunia perpustakaan untuk terlibat langsung dalam pembangunan ekonomi masyarakat dengan suatu metode pendekatan pelayanan jasa perpustakaan yang berkomitmen meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pengguna perpustakaan.
Perpustakaan layanan berbasis Inklusi Sosial adalah pendekatan berbasis sistem sosial yang memandang perpustakaan sebagai sub sistem sosial dalam sistem kemasyarakatan. Dari definisi tersebut diketahui bahwa layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial adalah transformasi layanan perpustakaan dengan melakukan pendekatan pelayanan perpustakaan yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pengguna perpustakaan. Perubahan paradigma perpustakaan berbasis inklusi sosial adalah mentransformasikan fungsi-fungsi perpustakaan menjadi:
Pertama, koleksi bahan pustaka yang ada di perpustakaan tidak lagi menjadi koleksi yang usang dan jarang dalam pemanfaatannya oleh masyarakat karena dalam proses pengadaan bahan pustaka tidak memperhatikan kebutuhan informasi kelompok masyarakat yang dilayaninya, namun beralih menjadi wahana rujukan informasi untuk pencarian solusi permasalahan karena proses pengadaan koleksi bahan pustaka yang mementingkan kebutuhan informasi pengguna dalam rumus pengadaanya.
Kedua, poin kedua ini masih berkaitan dengan poin pertama. Perpustakaan bukan hanya sekedar tempat menyimpan buku-buku dalam rak- rak panjang karena perpustakaan hadir sebagai fasilitator pengembangan potensi pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan bahan informasi yang relevan.
Ketiga, perpustakaan tidak lagi menjadi tempat yang sunyi karena jarang ada masyarakat yang berkunjung ke perpustakaan namun keberadaan perpustakaan sendiri sudahlah menjadi makerspace atau tempat masyarakat mengembangkan potensi diri (makerspace).
Keempat, perpustakaan berubah dari yang awalnya sebuah lembaga yang minim sentuhan teknologi informasi menjadi perpustakaan yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dalam melayani masyarakat yang berkedudukan jauh dari lokasi perpustakaan. Untuk bisa mengakses sumberdaya informasi yang ada di perpustakaan sudahlah bukan menjadi barang yang sulit karena perpustakaan bisa melayani masyarakat yang berlokasi jauh dari lokasi perpustakaan dengan menggunakan internet sebagai media hubungnya.
Kelima, merubah paradigma pengelola perpustakaan pasif menjadi aktif yang berperan sebagai agen informasi. Pengelola perpustakaan dituntut dapat menjembatani antara masyarakat dengan informasi yang dibutuhkannya. Pengelola perpustakaan menjadi sosok sentral yang menjadi penentu berhasil ataupun tidaknya program perpustakaan berbasis inklusi sosial. Ledakan informasi yang pesat menuntut pengelola perpustakaan untuk berkolaborasi atau bekerja tidak hanya di internal organisasi, melainkan dapat bekerjasama dengan bidang profesi lain dalam mengelola informasi.
0 Response to "Kegiatan Pengembangan Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial"
Post a Comment