Cerita Guru Sekumpul Saat Muda

Cerita Guru Sekumpul Saat Muda

Generated image

Sobat pustaka, pernahkah kalian mendengar cerita masa muda seorang ulama besar dari Kalimantan Selatan yang namanya begitu harum hingga kini? Ya, siapa lagi kalau bukan Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari, atau yang lebih akrab disapa Abah Guru Sekumpul.

Kisah beliau bukan sekadar catatan sejarah, tetapi juga sumber inspirasi bagi siapa saja yang mencari makna dalam pengabdian dan kesederhanaan. Mari kita menyusuri sejenak lorong waktu, kembali ke masa ketika Abah Guru masih muda, penuh semangat dan tekad, namun tetap rendah hati.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam Martapura—salah satu pesantren tertua dan ternama di Kalimantan Selatan—Abah Guru tak lantas beristirahat atau mencari peluang duniawi. Justru, beliau diminta oleh para guru di sana untuk kembali, bukan sebagai murid, tetapi sebagai tenaga pengajar.

Baca Juga:

Gus Dur: Tokoh yang Dibesarkan Oleh Budaya Baca

Bayangkan, seorang pemuda yang baru lulus, namun dipercaya untuk mengajar di lembaga sebesar Darussalam. Ini bukan perkara biasa, sobat pustaka. Ini menunjukkan betapa dalamnya ilmu dan mulianya akhlak beliau di mata para gurunya.

Namun, hal yang paling mencengangkan bukanlah posisi mengajarnya, melainkan sikap beliau terhadapnya. Beliau mengajar tanpa pernah mengambil sepeser pun gaji.

“Kalau tidak ambil gaji, lalu bagaimana kehidupan sehari-hari beliau?” Mungkin itu pertanyaan yang muncul di benak sobat pustaka.

Saat itu, Abah Guru masih bujangan. Beliau baru menikah di usia sekitar 33 tahun, tepatnya pada 1975 M. Jadi, di masa-masa awal mengajar, beliau hidup sangat sederhana. Meski tidak bergaji, beliau tidak pernah mengeluh atau menuntut lebih.

Menurut kisah yang dituturkan KH Ansyari El Kariem dalam buku Figur Ulama Karismatik Abah Guru Sekumpul, semua itu beliau jalani dengan penuh keikhlasan.

Sikap ini seolah mengingatkan kita bahwa pengabdian sejati tak selalu butuh pamrih. Ada ketenangan batin yang hanya dimiliki mereka yang ikhlas dalam berbuat.

Setelah sekitar lima tahun mengajar di Darussalam, Abah Guru memutuskan untuk mengundurkan diri. Bukan karena kecewa atau ingin mencari kesenangan dunia, tapi karena beliau merasa sudah waktunya membentuk jalan dakwah sendiri.

Beliau pun membuka majelis di rumahnya, di kawasan Keraton. Di sinilah benih awal dari Majelis Sekumpul yang kelak akan dikenal hingga mancanegara itu mulai disemai.

Di rumah yang sederhana itu, Abah Guru menyambut siapa saja yang ingin belajar agama. Tanpa sekat, tanpa syarat. Yang datang bukan hanya para santri, tapi juga masyarakat biasa, bahkan para pejabat. Semua disambut dengan senyum yang sama.

Meskipun tak mengambil gaji dan memilih berdakwah dari rumah, bukan berarti beliau tidak memikirkan urusan dunia sama sekali.

Baca Juga:

KH. ASMUNI (Guru Danau)

Menurut Guru Ahmad Rizali dari Rantau, Abah Guru merintis usaha sembako di Pasar Martapura. Tapi, tentu saja bukan beliau sendiri yang menjalankannya. Usaha itu ditangani oleh orang-orang kepercayaan beliau.

Seiring waktu, usaha kecil itu berkembang dan melahirkan berbagai cabang usaha lainnya. Hingga kini, usaha tersebut masih eksis dan dikelola oleh keluarga besar beliau di bawah nama Al Zahra.

Namun perlu dicatat, meski memiliki usaha, Abah Guru tak pernah silau oleh kekayaan. Semuanya tetap untuk menunjang kegiatan dakwah dan membantu umat.

Sobat pustaka, dari cerita masa muda Abah Guru Sekumpul, kita bisa belajar banyak hal. Tentang keikhlasan, tentang pengabdian, dan tentang bagaimana hidup tak harus bergelimang materi untuk menjadi mulia.

Abah Guru adalah sosok yang menunjukkan bahwa ilmu bisa disebarkan tanpa pamrih, dan keberkahan hidup bisa diraih lewat kesederhanaan serta ketulusan hati.

Hari ini, jutaan orang mungkin mengenal nama beliau dari majelis-majelis besar atau ziarah tahunan di Sekumpul. Tapi cerita masa muda beliau—yang sunyi, bersahaja, dan penuh semangat pengabdian—jangan sampai terlupakan.

Itulah secuil kisah dari perjalanan seorang ulama besar yang semangat mudanya bisa jadi inspirasi bagi kita semua. Semoga cerita ini bisa menjadi pelecut semangat kita untuk terus belajar, berbagi, dan berbuat baik.

Baca Juga:

MENGENAL BUPATI TABALONG (2014-Sekarang) ANANG SYAKHFIANI

 

0 Response to "Cerita Guru Sekumpul Saat Muda"

Post a Comment