Ratu Zaleha, Sang Ratu Perang Melawan Penjajah Belanda
Sobat pustaka, pernahkah kalian mendengar tentang
seorang perempuan tangguh dari tanah Kalimantan yang namanya harum sebagai
simbol keberanian dan kecintaan terhadap tanah air? Dialah Ratu Zaleha, sosok
luar biasa yang bukan hanya membawa panji perjuangan melawan penjajah, tetapi
juga merangkul keberagaman dan kekuatan spiritual dalam tiap langkah perangnya.
Lahir dengan nama Gusti Zaleha, ia adalah darah
bangsawan Banjar, putri dari Sultan Muhammad Seman, cucu dari sang pahlawan
nasional Pangeran Antasari. Sejak kecil, Zaleha tumbuh dalam lingkungan yang
sarat dengan semangat juang dan tanggung jawab besar terhadap rakyat. Namun
titik balik hidupnya datang ketika sang ayah wafat di tengah peperangan melawan
kolonial Belanda. Sebuah cincin kesultanan disematkan kepadanya, menjadi
penanda bahwa takdir kepemimpinan kini berpindah tangan kepadanya.
Gelar “Ratu Zaleha” bukan sekadar kehormatan, tapi
amanah yang dipikul dengan sepenuh hati. Bersama suaminya, Gusti Muhammad
Arsyad, ia melanjutkan perjuangan melawan kekuatan kolonial. Tapi yang menarik,
perjuangan Ratu Zaleha bukanlah perjuangan yang berdiri sendiri. Ia berhasil
menghimpun kekuatan dari berbagai penjuru—suku-suku Dayak seperti Kenyah,
Dusun, Ngaju, Kayan, Siang, hingga suku Banjar dan Bakumpai pun bersatu di
bawah panjinya.
Baca Juga:
Demang Lehman, Jejak Perjuangan Beberapa
Pahlawan dari Kesultanan Banjar
Salah satu sahabat seperjuangannya adalah Bulan Jihad,
pemuka perempuan dari Dayak Kenyah. Namanya saja sudah menggambarkan semangat:
jihad yang tidak hanya dimaknai sebagai pertempuran fisik, tapi juga spiritual
dan batiniah. Bersama tokoh-tokoh lain seperti Illen Masidah, mereka menjadi
barisan kokoh perempuan-perempuan pejuang yang tak gentar menghadapi maut.
Dalam setiap adu tanding melawan pasukan Belanda, Ratu
Zaleha kerap turun langsung ke medan laga. Dan ajaibnya, ia selalu lolos dari
kepungan musuh. Tak heran jika banyak yang percaya bahwa dirinya memiliki
“kekebalan” dari senjata apapun. Tapi sesungguhnya, kekuatan sejatinya bukan
semata terletak pada tubuhnya, melainkan pada tekad dan doa yang tak putus ia
panjatkan.
Salah satu kisah paling menggetarkan terjadi di
pedalaman Barito. Saat itu Ratu Zaleha terkena luka tembak dan harus mencari
perlindungan. Dengan luka yang menganga, ia justru menyumpal perdarahan dengan
potongan rambutnya sendiri—simbol kekuatan perempuan sejati. Ia kemudian
mencari tempat aman, mengetuk rumah seorang warga dan meminta seteguk air serta
tempat untuk berlindung. Dalam kondisi genting itu, ia tak lupa menjalankan
ibadah—shalat Dzuhur di tengah hutan lebat Muara Teweh bersama pasukannya.
Formasi shalat itu bukan sembarang formasi. Bersama
Pangeran Muhammad Roem, mereka membuat barisan segitiga sakral. Pangeran Roem
memberikan perlindungan dengan ilmu batinnya, sedangkan Ratu Zaleha menancapkan
“latung”—sejenis rotan yang menjadi senjata magis. Latung itu ditancapkan ke
tiga penjuru tanah, membentuk penjagaan tak kasat mata. Di tengah tekanan dan
ketegangan, shalat Dzuhur dijalankan dengan khusyu’, seakan medan perang pun
tunduk dalam keheningan.
Baca Juga:
𝐃𝐀𝐓𝐔 𝐍𝐔𝐑𝐀𝐘𝐀 (𝐒𝐘𝐄𝐊𝐇 𝐀𝐁𝐃𝐔𝐑 𝐑𝐀'𝐔𝐅)
Namun, seusai doa dan ibadah ditunaikan, derap langkah
musuh pun terdengar. Pasukan Belanda datang mengepung dari segala arah. Tapi
seperti biasa, takdir kembali berpihak pada mereka yang istiqomah. Konon,
pasukan Belanda dibuat kebingungan, kehilangan arah, dan Ratu Zaleha pun
kembali lolos dari maut yang mengintai.
Sobat pustaka, kisah Ratu Zaleha tak sekadar catatan
sejarah, melainkan cermin bahwa perempuan pun bisa menjadi pemimpin perang,
pemegang kendali strategi, dan penjaga nilai-nilai spiritual dalam setiap
perjuangan. Kisah ini juga memperlihatkan betapa kekuatan sejati datang dari
hati yang teguh, dari keyakinan pada doa, dan keberanian yang diselimuti cinta
tanah air.
Di balik setiap luka, ada pengorbanan. Di balik setiap
shalat di tengah hutan, ada kekuatan doa yang menjaga. Dan di balik nama Ratu
Zaleha, ada sejarah yang patut terus kita kenang dan banggakan.
Karena sejarah bukan sekadar masa lalu, tapi cermin
untuk masa depan yang lebih bermakna. Semoga semangat Ratu Zaleha terus menyala
di hati kita semua, terutama bagi generasi muda yang kini menapaki jalan ilmu
dan literasi.
Baca Juga:
𝐇. 𝐘𝐮𝐬𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐳𝐢𝐝𝐝𝐢𝐧. 𝐏𝐞𝐧𝐜𝐢𝐩𝐭𝐚 𝐊𝐚𝐫𝐚𝐤𝐭𝐞𝐫 𝐬𝐢 𝐏𝐚𝐥𝐮𝐢
0 Response to "Ratu Zaleha, Sang Ratu Perang Melawan Penjajah Belanda"
Post a Comment