Resensi Buku: Pergi

Resensi Buku: Pergi

Judul : Pergi
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika Penerbit
Tahun terbit : 2018
Tebal buku : 455 halaman
Genre : Aksi, Petualangan, dan Misteri


Tere Liye dikenal sebagai penulis novel. Ia lahir di Sumatera Selatan. Ia memiliki nama asli Darwis. Tere Liye adalah penulis berbakat dengan segala imajinasinya yang telah menghasilkan karya-karya yang luar biasa. 

Tere Liye adalah penulis buku-buku yang sering masuk penjualan best seller dan top 10 di toko-toko buku di Indonesia. Salah satunya novel "Pergi", novel "Pergi" merupakan novel lanjutan dari novel "Pulang" dan banyak digemari para pembaca.

Novel Pergi merupakan sekuel dari novel Pulang. Sama halnya pada novel Pulang, novel Pergi ini juga menceritakan tokoh utama bernama Bujang alias si Babi Hutan a.k.a Agam. Cerita berawal saat Bujang ditemani oleh rekan-rekannya yang berusaha mengambil kembali prototype (model yang mula-mula [model asli] yang menjadi contoh) yang dicuri oleh kelompok lain, yakni El Pacho, di perbatasan Meksiko - Amerika Serikat. Prototype tersebut adalah salah satu riset teknologi yang disubsidi oleh Keluarga Tong. Teknologi itu sangat penting untuk mendeteksi serangan siber. El Pacho sendiri merupakan sindikat penyelundupan narkoba terbesar di Amerika Selatan. Mereka tentu membutuhkan itu untuk melindungi uang haram mereka.

Tak disangka, Bujang malah bertemu sosok lelaki misterius berusia tiga puluh yang berakhir dengan duet keduanya untuk memperebutkan benda itu (prototype). Lelaki misterius itu bernyanyi, ia menyanyikan sebuah lagu yang diiringi petikan gitar khas Amerika Selatan dengan irama cepat, berdenting, meliuk, dan semangat.

Kali ini, Bujang yang hampir tak pernah terkalahkan harus tunduk pada sosok misterius itu. Saat lelaki misterius itu hendak meninggalkan Bujang, ia justru mengucapkan kata-kata yang membawa Bujang ke masa lalu, "Adios Hermanito, Adik lelakiku" dan bahkan menyebut nama asli Bujang yaitu "Agam" (hanya beberapa orang yang tahu). Pada akhirnya, prototype itu dibawa pergi oleh lelaki misterius, setidaknya Bujang merasa lega, prototype itu tidak jatuh ke tangan El Pacho.

Rasa penasaran tentang siapa lelaki itu seketika tumbuh dan membawa Bujang menengok masa lalunya bersama Salonga, teman dekatnya, seorang penembak jitu bayaran. Di rumah Samad pada masa lalu, ayahnya Bujang, dengan istri pertamanya, mereka menemukan surat-surat yang telah lapuk. Atas bantuan dari seorang profesor yang ahli menangani arsip kuno, ia berhasil membaca surat itu. Ternyata surat itu dikirimkan oleh Diego kepada ayahnya, Samad. Dengan kata lain, Diego adalah saudara tiri Bujang.


Sementara itu, Bujang juga harus bersiap untuk menghadapi kelicikan Dragon, pemimpin shadow economy. Bujang mengambil tindakan bersekutu dengan Bratva di Moskow dan Keluarga Yamaguchi di Jepang.

"Tanpa diketahui oleh orang banyak, ada delapan keluarga penguasa shadow economy di Asia Pasifik. Mereka adalah: Keluarga Tong-itu berarti kami, Keluarga Lin di Makau, El Pacho di Meksiko, satu di Miami Florida, satu di Tokyo, satu di Beijing, satu di Moskow, dan satu lagi, kepala dari seluruh keluarga, Master Dragon di Hongkong. Pimpinan tunggal dari delapan keluarga," (halaman 38).

Bagi pembaca setia karya Tere Liye tentu ini tidak asing, Tere Liye sangat pandai dalam menggambarkan suatu latar/setting sebuah cerita. Kekuatan latar yang dibangun dapat dengan mudah dirasakan dan diimajinasikan bagi pembaca. Keunggulan lain dari buku ini ialah sampul buku. 

Gambar di sampul buku "Pergi" terdapat berbagai arti, yang merupakan inti dari cerita itu. Gambar sebuah tata letak sebuah kota mewah, teratur, dan elegan mendeskripsikan kemapanan ekonomi para tokoh. Tentu saja, mengingat novel ini membahas tentang delapan penguasa shadow economy Asia Pasific. 

Selanjutnya, siluet sinar matahari senja memiliki makna filosofis dari hakikat sebuah perjalanan bahwa hari berganti hari, pertukaran siang dan malam menggambarkan perjalanan hidup manusia. Buku ini juga mempunyai pembatas buku yang seirama dengan gambar cover/sampul buku. Bagi pembaca yang menyukai film aksi dan laga, akan terpuaskan dengan membaca novel ini. Adegan berlaga mempunyai porsi yang cukup banyak. Anda akan terbawa dalam cerita, seolah-olah menyaksikan adegan di film-film Hollywood yang menegangkan, penuh kejutan, dan sulit ditebak.


"Tak ada gading yang tak retak". Seperti pada buku "Pergi" ini. Hal yang sedikit mengganggu yaitu kesalahan ketik tentang penyebutan nama tokoh dalam cerita.

"'Berapa lama perjalanan menuju ka sana, Lubai?' Aku bertanya dalam bahasa Inggris, sekaligus menguji kemampuan bahasanya," (halaman 116). Pada buku tertulis Lubai, harusnya Rambang.

Selain itu, terdapat beberapa kesalahan ketik antara lain sebagai berikut:

"Itulah hakikatnya hidup, melewatinya seperti sungai mengalir, saat waktu terus berjalan, hingga mau menjemput," (halaman 393). Kata mau seharusnya ditulis maut.

"Apakah menurutmu Tauke besar adalah orang baiknya diantara keluarga shadow economy lainnya?"  (halaman 109). Penulisan di sebagai kata depan yang menerangkan tempat harusnya ditulis terpisah, di antara bukan diantara.

Bahkan, kesalahan ketik juga terdapat pada sampul buku bagian belakang.

"Sebuah kisah tentang menemukan tujuan, kemana hendak pergi, melalui kenangan demi kenangan masa lalu, pertarungan hidup-mati, untuk memutuskan ke mana langkah kaki akan dibawa pergi." Penulisan kemana yang awal tertulis dirangkai, harusnya ditulis pisah, yaitu ke mana.

0 Response to "Resensi Buku: Pergi"

Post a Comment