Kisah Lama Pasar Terapung

Kisah Lama Pasar Terapung



Jika Anda pernah menjejakkan kaki di Banjarmasin, rasanya tak lengkap tanpa mengintip pesona Pasar Terapung Muara Kuin. Pasar ini bukan hanya tentang jual beli dari atas perahu. Ia adalah saksi bisu dari pertemuan masa lalu dan masa kini, tempat di mana sejarah mengalir seperti arus sungai yang tak pernah surut.

Banyak yang mengira pasar terapung ini sekadar objek wisata. Padahal, di balik hiruk-pikuk pedagang dan sayur-mayur yang ditata apik di atas jukung, tersimpan kisah yang telah bergulir sejak tahun 1530 Masehi. Ya, hampir setengah milenium yang lalu! Tepat di masa ketika Sultan Suriansyah, Raja Banjar pertama, mendirikan keraton pertamanya di Kuin.

Dalam catatan sejarawan Mansyur dari Universitas Lambung Mangkurat, pasar terapung ini dulu berada di pertemuan Sungai Karamat dan Sigaling. Tapi seiring waktu, lokasi pasar berpindah mendekati muara Sungai Kuin dan Sungai Barito—sampai akhirnya menjadi ikon seperti yang kita kenal hari ini.

Bayangkan, pada masa itu, para pedagang dari Jawa, Melayu, bahkan Arab dan Cina berdatangan. Pasar terapung menjadi semacam pusat perdagangan internasional dalam skala lokal. Setiap perahu yang berlayar adalah lembar kisah: tentang ketekunan, kerja keras, dan kearifan dalam berinteraksi.

Baca Juga:

Kubah di Bawah Kubah, Keunikan Masjid Jami' Ibrahim Nagara

Ada istilah menarik yang masih dikenang hingga sekarang. Pedagang perempuan yang menjual hasil kebun sendiri disebut dukuh, sementara pedagang tangan kedua disebut panyambangan. Dan yang lebih unik lagi, sebagian transaksi dilakukan dengan sistem barter. Saling tukar, saling percaya. Tanpa embel-embel nota atau struk.

Kehadiran Pasar Terapung juga erat kaitannya dengan perpindahan pusat pemerintahan Banjar ke Kayu Tangi sekitar tahun 1612. Di situ pula muncul pasar serupa di Sungai Lok Baintan, Kabupaten Banjar. Namun, Muara Kuin tetap menjadi "ibu" dari semua pasar terapung, tempat kisah ini pertama kali bermula.

Kini, memang jumlah pedagangnya menurun. Tapi nilai sejarah dan budaya yang dikandungnya tak pernah luntur. Beberapa perahu masih bertahan, menyambung tradisi, mengalirkan cerita dari generasi ke generasi.

Kota Banjarmasin patut berbangga memiliki warisan budaya yang tak hanya indah dipandang, tapi juga kaya makna. Pasar Terapung bukan hanya tempat jual beli, melainkan cermin kearifan lokal yang menyeimbangkan manusia dengan alam, modernitas dengan tradisi.

Maka, ketika Anda berkesempatan menyapa pagi di Muara Kuin, hiruplah aroma sejarah yang pekat dalam embun sungai. Di situ, Anda bukan sekadar melihat pasar, tapi menyaksikan peradaban yang terapung di antara riak air dan waktu.

Baca Juga:

Masjid Darus Saadah, Peninggalan Bersejarah di Balimau

0 Response to "Kisah Lama Pasar Terapung"

Post a Comment