Masjid Sultan Suriansyah, Jejak Islam Pertama di Bumi Banjar
Halo, sobat pustaka, Tahukan kamu mengenai Masjid
Sultan Suriansyah, atau yang lebih akrab disebut Masjid Kuin oleh masyarakat
Banjarmasin. Masjid ini bukan sekadar tempat ibadah biasa. Ia adalah saksi bisu
awal mula Islam berkembang di Kalimantan Selatan. Didirikan pada masa
pemerintahan Sultan Suriansyah, Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam,
masjid ini berdiri megah di tepian Sungai Kuin, di kawasan Kuin Utara, Kota
Banjarmasin. Kawasan ini dulunya merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Banjar
yang pertama—sebuah kota lama yang menyimpan berjuta cerita di balik semilir
angin sungai dan gemericik air yang mengalir perlahan.
Sultan Suriansyah sendiri memerintah antara tahun 1526
hingga 1550, dan beliaulah sosok yang membawa Islam secara resmi ke kerajaan
Banjar. Maka tak heran jika pembangunan masjid ini begitu monumental. Lebih
dari sekadar tempat shalat, masjid ini menjadi simbol awal transisi peradaban
dan kepercayaan masyarakat Banjar dari masa lalu yang animistik menuju Islam
yang lebih terstruktur.
Begitu kamu melangkah masuk ke halaman masjid ini,
nuansa tempo dulu langsung menyergap. Arsitekturnya khas sekali, sobat pustaka!
Masih menggunakan gaya tradisional Banjar, dengan konstruksi panggung yang
berdiri kokoh di atas tanah yang dahulu sering tergenang air. Atapnya
bertingkat—atap tumpang, seperti mahkota yang menjulang tinggi ke langit,
memberi kesan agung dan spiritual yang kuat.
Yang menarik, mihrab masjid ini memiliki atap sendiri
yang terpisah dari bangunan utama. Sebuah ciri khas langka dalam arsitektur
masjid, khususnya di Nusantara. Beberapa sejarawan menyebut bahwa ini
mencerminkan pengaruh arsitektur lokal yang masih dipertahankan meski fungsinya
sudah disesuaikan dengan ajaran Islam.
Baca Juga:
Masjid
Al Abrar, Tempat Ibadah Favorit di Hulu Sungai Selatan
Masjid Sultan Suriansyah merupakan satu dari tiga
masjid tertua di kota Banjarmasin pada masa Mufti Jamaluddin, seorang tokoh
penting dalam sejarah Islam di Banjar. Dua masjid lainnya adalah Masjid Besar
(yang kemudian berkembang menjadi Masjid Jami Banjarmasin) dan Masjid Basirih.
Ketiganya membentuk fondasi peradaban Islam di wilayah yang dulu masih
dikelilingi hutan rawa dan sungai.
Kalau kamu menyusuri area sekitar masjid, jangan lupa
mampir ke kompleks makam Sultan Suriansyah yang terletak tak jauh dari bangunan
utama. Di sanalah sang pendiri Kesultanan Banjar beristirahat untuk selamanya.
Lokasi makam yang berada dalam satu kawasan dengan masjid ini mempertegas
ikatan spiritual dan sejarah yang mendalam antara raja, rakyat, dan tempat
ibadah.
Masjid ini tak hanya menjadi tempat tujuan ziarah atau
sejarah semata, tetapi juga masih aktif digunakan sebagai tempat ibadah dan
kegiatan keagamaan hingga kini. Bayangkan, sobat pustaka, sudah hampir lima
abad lamanya masjid ini berdiri—dan masih terus menunaikan tugas sucinya
menyambut umat yang datang dalam senyap doa dan harapan.
Dalam era modern seperti sekarang, ketika banyak
bangunan tua dilupakan atau bahkan hilang tertelan zaman, kehadiran Masjid Kuin
adalah pengingat yang penuh makna. Ia mengajarkan kita bahwa masa lalu tidak
hanya untuk dikenang, tapi juga dijaga dan diwariskan. Karena dari masjid ini,
kita belajar tentang keberanian seorang raja menerima kebenaran baru, membangun
peradaban baru, dan meninggalkan warisan spiritual yang tak lekang oleh waktu.
Jadi, buat sobat pustaka yang suatu hari nanti punya
kesempatan ke Banjarmasin, sempatkanlah mampir ke Masjid Sultan Suriansyah.
Rasakan sendiri hembusan sejarah yang masih hidup di balik tiang kayu ulin,
dengarkan cerita lama dari gemericik sungai Kuin, dan biarkan langkahmu menyatu
dengan jejak para pendahulu yang telah lebih dulu membangun jalan kebaikan.
Baca Juga:

0 Response to "Masjid Sultan Suriansyah, Jejak Islam Pertama di Bumi Banjar"
Post a Comment