Pangeran Abu Bakar Pejuang dan Ulama Di Desa Marindi Kab.Tabalong

 Pangeran Abu Bakar Pejuang dan Ulama Di Desa Marindi Kab.Tabalong

Sultan Sulaiman Pangeran Abubakar dilahirkan di Martapura pada tahun 1857. Ayahnya bernama Pangeran Singosari atau Abdullah Wijaya bin Sultan Sulaiman yang juga merupakan saudara dari Sultan Adam Al watsiq Billah. 

Pangeran Abu Bakar merupakan keturunan bangsawan dari Raja Banjar yang gigih dalam menegakkan kebenaran masyarakat. Pangean Abu Bakar sendiri merupakan anak kedua dari 4 bersaudara saudara yang pertama bernama Pangeran Amin, yang kedua adalah Pangeran Abu Bakar yang ketiga bernama Pangeran Surya dan yang keempat seorang perempuan yang bernama Putri Anjung

Sebagai anak bangsawan Pangeran Abu Bakar tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu kenegaraan saja akan tetapi Beliau juga mengkaji dan mendalami ilmu agama. Cukup banyak orang yang dijadikan guru atau tempat menimba ilmu agama oleh pangeran Abu Bakar. Namun gurunya yang terkenal yaitu Rahmat Hidayatullah atau Syekh Jamaluddin dan Habib Alaydrus. Dengan beliaulah pangeran Abu Bakar banyak menimba ilmu agama.

Berkembangnya Islam di Kalimantan sering diidentikkan dengan berdirinya Kesultanan Banjar dimana Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah sebagai Sultan pertamanya. Ceritanya berawal dari pelarian samudra dari negara Daha ke Bandarmasih atau Banjarmasin. Pelarian Pangeran Samudera diakibatkan oleh terjadinya perang saudara dengan pamannya yaitu Pangeran Temenggung untuk memperebutkan kekuasaan di daerah Negara Daha.

Dalam pelariannya ke Bandarmasih atau Banjarmasin, Pangeran Samudera meminta bantuan ke Kesultanan Demak untuk melawan pangeran Temenggung. Kesultanan Demak yang waktu itu dipimpin oleh Sultan Trenggono bersedia membantu Pangeran Samudera dengan syarat apabila Pangeran Samudera memenangkan perang, dia bersedia masuk Islam. Setelah meminta bantuan akhirnya Pangeran Samudera berhasil merebut kembali negara Daha dan beliau pun memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi Sultan Suriansyah. 

Inilah yang menjadi awal tersebarnya agama Islam di berbagai wilayah Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan dimana Pangeran Suriansyah sebagai raja pertamanya. Sekitar tahun 1526 Masehi dan menjadikan Islam sebagai agama negara 

Sultan Banjar dan para ulama sangat berperan penting dalam tersebarnya agama Islam hingga ke pedalaman Kalimantan. Adapun ulama yang terkenal dalam mendakwahkan atau menyebarkan agama Islam ketika masa Kesultanan Banjar yaitu Syekh Muhammad Arsyad al-banjari dan Syekh Muhammad Nafis al-banjari. Selain kedua tokoh ulama tersebut masih banyak lagi tokoh-tokoh ulama yang lain yang ikut menyiarkan agama Islam di Kalimantan Selatan. 

Menjelang akhir kekuasaannya konflik internal di Kesultanan Banjar makin hari makin parah. Hal ini dikarenakan campur tangan Belanda di dalamnya. Belanda menggunakan politik dipede impera atau sering disebut dengan politik adu domba dalam upaya menguasai Kesultanan Banjar

Hingga akhirnya Kesultanan Banjar dihapuskan oleh Belanda pada tahun 1860. Penghapusan Kesultanan Banjar dilakukan oleh Belanda Pasca perang pada tahun 1859 mengakibatkan para utusan dari raja-raja Banjar dan para ulama banyak Hijrah Ke Hulu Sungai. 

Hijrahnya para raja dan para ulama diakibatkan karena kondisi di Martapura yang menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Banjar Pada masa itu tidak kondusif lagi. Campur tangan Belanda dalam Kesultanan Banjar sudah terlalu jauh. Belanda ikut campur sistem pemerintahan di Kesultanan Banjar dan menguasai perdagangan. 

Dampak dari penghapusan Kesultanan Banjar cukup besar terutama dalam penyebaran ajaran agama Islam yang sebelumnya giat dilakukan oleh para Sultan dan ulama-ulama kesultanan Banjar. Penyebaran agama Islam awalnya terpusat di Martapura namun ketika Perang Banjar meletus pada tahun 1859 hal itu berubah drastis. Penyebaran agama Islam yang dulunya terpusat di Martapura ini berpindah ke pedalaman khususnya di daerah hulu sungai. 

Semenjak penghapusan Kesultanan Banjar 1860 pusat-pusat kegiatan dakwah menyebar ke berbagai daerah pedalaman yang jauh dari jangkauan Belanda. Hal ini dikarenakan Selain sebagai tempat untuk berdakwah juga sebagai strategi untuk menyusun kekuatan dari bawah untuk melawan Belanda. Tempat-tempat yang menjadi pusat kegiatan dakwah dan juga markas untuk menyusun kekuatan antara lain adalah Amuntai, Tabalong dan lain-lain

Pangeran Abu Bakar sendiri memilih sebuah desa yang terletak di kecamatan Haruai Kabupaten Tabalong sebelah barat berbatasan dengan Desa Wirang dan sebelah timur berbatasan  dengan Desa Kinarum 

Ketika Pangeran Abu Bakar beserta rombongan berasal dari keluarga datang ke desa Marindi pada masa itu yang masih bernama Lawasia. Daerah ini masih berupa hutan belantara yang didalamnya terdapat perkampungan-perkampungan suku Dayak Deah.

Kedatangan Pangeran Abu Bakar ke daerah ini disambut baik oleh penduduk setempat. Para keluarga pegustian bisa hidup berdampingan dengan suku Dayak. Pangeran Abu Bakar masuk orang yang pandai, sehingga mudah berbaur dengan penduduk setempat. Selain itu juga karena status beliau sebagai keturunan dari bangsawan Banjar dengan kewibawaan beliau dan juga karena status sosial beliau Pangeran Abu Bakar diangkat menjadi ketua adat Desa Marindi. 

Desa Marindi ini sendiri terletak cukup jauh dari pusat kekuasaan Belanda pada masa itu yang terletak di Martapura. Sehingga pangeran Abu Bakar bisa lebih leluasa untuk berdakwah. Selain dikenal sebagai tokoh ulama, Beliau juga dikenal sebagai seorang tokoh pejuang dalam melawan penjajahan Belanda.

Sebelum Islam masuk ke desa tersebut masyarakat yang mendiami di desa Marindi adalah suku Dayak Deah, yang mana masyarakatnya masih menganut kepercayaan nenek moyang mereka yaitu Kaharingan. Islam masuk ke Desa Marindi yang oleh ulama-ulama dan Utusan dari Sultan Banjar ini mampu mengubah keyakinan masyarakat yang dulunya menganut kepercayaan terhadap roh nenek moyang ataupun Kaharingan menjadi masyarakatnya memeluk agama Islam. Beliau memiliki beberapa orang istri, baik yang berasal dari keluarga raja maupun berasal dari penduduk setempat yang awalnya beragama Kaharingan.

Keberhasilan Pangeran Abu Bakar dalam berdakwah di desa Marindi dikarenakan keilmuan beliau yang dalam dan juga cara yang beliau digunakan. Dalam berdakwah beliau tidak hanya mengandalkan tulisan semata meskipun pengaruh beliau ditengah-tengah masyarakat Tidak diragukan lagi Namun untuk lebih menunjang keberhasilan dakwahnya Pangeran Abu Bakar juga menempuh dakwah melalui perbuatan nyata. Karena kemampuannya itu Aktivitas dakwah pengen Abubakar semakin meluas dan melebar dakwah Islam yang dibawa oleh Beliau tidak hanya terpusat di daerah Marindi dan sekitarnya saja seperti Murung Layung dan Lampahungin, akan tetapi sampai ke wilayah Kabupaten Balangan dan sekitarnya tepatnya di desa Buntu Karang sekarang.

Pangeran Abu Bakar menghabiskan sisa hidup beliau hingga akhir hayatnya di desa Marindi untuk berdakwah dan berjuang melawan penjajahan Belanda hingga beliau wafat pada tanggal 10 Syawal 1348 Hijriah atau 1927 masehi dalam usia 70 tahun dan dimakamkan di Desa Marindi Kecamatan Haruai Kabupaten Tabalong .

0 Response to " Pangeran Abu Bakar Pejuang dan Ulama Di Desa Marindi Kab.Tabalong"

Post a Comment