Sejarah Hari Pajak: 14 Juli

Sejarah Hari Pajak: 14 Juli


Pajak merupakan suatu hal yang penting bagi pembangunan suatu negara. Kebutuhan dari negara Indonesia semuanya hampir bersumber dari penerimaan pajak yang dibayarkan oleh masyarakat kepada negara. Maka, setidaknya harus ada suatu hal yang menjadi pilar penting penyangga untuk dapat memperingati kehadiran pajak di negeri ini. Salah satunya adalah dengan ditetapkannya Hari Pajak. Hari Pajak di Indonesia ditetapkan pada setiap tanggal 14 Juli. Mengapa tanggal 14 Juli yang dipilih untuk memperingati Hari Pajak?

Sejarah Terpilihnya Tanggal 14 Juli Sebagai Hari Pajak

Seperti yang diketahui bahwa wakil dari pemerintah yang bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola semua hal yang berkaitan dengan urusan perpajakan adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pendeklarasian Hari Pajak ini juga bermula melalui kegelisahan seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak pada saat itu, yaitu Arfan yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sebagai organisasi yang besar, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) perlu untuk mencetuskan suatu hari monumental, yaitu Hari Pajak.

Penetapan tanggal 14 Juli yang saat ini diperingati sebagai Hari Pajak telah melalui proses yang cukup Panjang. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan kerjasama dengan sejarawan JJ Rizal untuk dapat mengulik dan menelusuri jejak monumental dari awal pembentukan institusi perpajakan di Indonesia ini. Pada saat itu, tanggal 7 November sempat ditetapkan sebagai Hari Pajak karena berasaskan pada momentum Penetapan Pemerintah tanggal 7 November 1945 No.2/S.D yang sebagaimana tertulis bahwa “Urusan bea ditandatangani oleh Departemen Keuangan Bagian Pajak mulai tanggal 1 November 1945 sesuai dengan Putusan Menteri Keuangan tanggal 31 Oktober 1945 No.8.01/1”.

Namun, tanggal 7 November yang telah ditentukan sebelumnya akhirnya diubah dikarenakan pimpinan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ingin memastikan dengan benar terkait dokumen sejarah yang lebih awal pada masa-masa pembentukan institusi perpajakan dari berbagai sumber. Pada akhirnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun Kembali mengumpulkan dokumen-dokumen sejarah yang berasal dari berbagai pihak.

Apabila ditelusuri dalam perjalanan sejarah di negara Indonesia ini, pajak sebetulnya telah ada dan dikenal pada masa Kerajaan Nusantara. Pada masa itu, penguasa wilayah atau raja lah yang memegang kendali penuh terhadap daerah yang menjadi kekuasaannya. Dan pada saat itu juga, sang raja memberlakukan pungutan kepada rakyatnya untuk membiayai seluruh daerah kekuasaan miliknya. Dan rakyat pun memberikan upeti kepada kerajaan.

Pada masa kolonial Belanda, juga dikenal dengan sistem yang digagas oleh Thomas Stamford Raffles. Sistem pajak rancangan dari Thomas Stamford Raffles ini disebut juga dengan pajak tanah (landrent), yang dimana bagi orang yang memiliki tanah atau menggarap tanah, diwajibkan untuk membayar pajak.

Namun, pada saat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berusaha mengumpulkan data-data sejarah terkait dengan awal perpajakan di negeri ini, pada saat yang sama pula Arsip Nasional Republik Indonesia membuka secara terbatas dokumentasi dokumen yang autentik berkaitan dengan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia – Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI – PPKI) yang merupakan koleksi dari AK Pringgodigdo yang sempat dirampas oleh Belanda (Sekutu) pada saat mereka memasuki Yogyakarta dan menangkap Bung Karno pada 1946.

Melalui dokumen ini lah diketahui bahwa, kata pajak pertama kali muncul dengan disebut oleh Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yaitu Radjiman Wediodiningrat dalam sidang panitia kecil yang membahas mengenai keuangan dalam masa reses BPUPKI setelah Soekarno membacakan pidatonya yang terkenal pada 1 Juni 1945. Pada butir keempat dalam lima usulan yang disampaikan oleh Radjiman, menyebutkan bahwa “Pemungutan Pajak harus diatur hukum”.

Dalam masa reses yang terjadi pada 2 – 9 Juli 1945, anggota BPUPKI telah berhasil mengumpulkan sembilan usulan dan salah satu butir usulan tersebut membahas mengenai keuangan. Dalam arsip dokumen yang ditemukan, terdapat sidang kedua yang dilakukan pada 10-17 Juli 1945. Pada 12 Juli 1945 terdapat sidang Panitia Kecil dengan agenda terkait tiga bahasan, yaitu rapat Panitia Perancang UUD, rapat Bunkakai Keuangan dan Ekonomi, serta rapat Bunkakai Pembelaan.

Kata pajak muncul dalam rancangan Undang – Undang Dasar (UUD) kedua yang disampaikan pada 14 Juli 1945. Pada butir kedua Pasal 23 Bab VII Hal Keuangan, disebutkan bahwa “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang”. Tulisan tersebut terdapat dalam lampiran arsip rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang merupakan coretan perbaikan.

Dan pada 14 Juli 1945, disampaikanlah rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) yang didalamnya termuat coretan asli kata pajak yang pertama kali digunakan. Atas dasar inilah, maka tanggal 14 Juli kemudian dipilih sebagai simbol lahirnya Hari Pajak. Karena pajak itu penting untuk sebuah negara dan harus diatur dengan hukum.

Penetapan tanggal 14 Juli sebagai Hari Pajak dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-313/PJ/2017 Tentang Penetapan Hari Pajak.

0 Response to "Sejarah Hari Pajak: 14 Juli"

Post a Comment