11 Negara Belajar ke Gunung Kidul dan Magelang Mengenai Perpustakaan
Perpustakaan bukan hanya tempat untuk membaca buku, tetapi juga pusat pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan Perpustakaan Gunung Kidul dan Magelang dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) menjadi contoh nyata. Program ini menunjukkan bahwa perpustakaan dapat menjadi agen perubahan yang mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi komunitas.
Di Gunung Kidul dan Magelang, TPBIS berhasil mengubah perpustakaan menjadi ruang inklusif yang tidak hanya menyediakan buku, tetapi juga menawarkan pelatihan keterampilan hidup. Masyarakat setempat kini dapat mengakses berbagai pelatihan yang relevan dengan kebutuhan lokal, seperti pelatihan pengolahan produk lokal dan keterampilan kreatif. Dampaknya, banyak masyarakat yang berhasil meningkatkan kesejahteraan mereka dengan memanfaatkan ilmu yang didapatkan dari perpustakaan.
Baca Juga:
Merayakan Hari Anak Nasional dengan Kegiatan Seru di Hulu Sungai Tengah
TPBIS: Inisiatif Inklusif yang Mengubah Wajah Perpustakaan
Program TPBIS dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan literasi dan kreativitas masyarakat, serta mengurangi kemiskinan akses informasi. TPBIS tidak hanya memposisikan perpustakaan sebagai tempat membaca, tetapi juga sebagai ruang publik yang inklusif dan dinamis. Di sini, masyarakat dapat belajar, berbagi pengalaman, dan mengembangkan keterampilan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Partisipasi internasional dalam program ini semakin memperkuat posisi TPBIS sebagai model transformasi sosial berbasis perpustakaan. Peserta dari 11 negara Asia-Pasifik datang untuk belajar dari pengalaman Indonesia. Mereka melihat langsung bagaimana perpustakaan di Gunung Kidul dan Magelang menjadi motor penggerak sosial yang mampu menciptakan perubahan positif dalam masyarakat.
Baca Juga:
Dinas Perpustakaan Kab HST Dorong Literasi Keuangan bagi Pelaku UMKM di Era Digital
Peran Perpustakaan dalam Pembangunan Sosial
TPBIS telah berhasil membuka banyak peluang ekonomi baru bagi masyarakat di berbagai daerah. Di lebih dari 5.000 desa, perpustakaan yang berpartisipasi dalam program ini telah menjadi pusat inovasi dan kreativitas yang mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Contohnya, di Magelang, industri kreatif yang mengolah biji salak menjadi produk bernilai ekonomi tinggi, serta di Bali, di mana seorang mantan pekerja migran berhasil membangun usaha mandiri dengan keterampilan yang diperoleh dari perpustakaan.
Peran perpustakaan sebagai wahana pembelajaran sepanjang hayat menjadikan TPBIS lebih dari sekadar program literasi. Ini adalah gerakan transformasi sosial yang terus berkembang, menawarkan pendidikan informal yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Program ini juga menunjukkan pentingnya kolaborasi antarnegara dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), dengan perpustakaan sebagai salah satu motor penggeraknya.
TPBIS di masa depan diharapkan terus berkembang, dengan rencana untuk memperluas program ini ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Bali. Ini adalah langkah penting dalam mendukung literasi masyarakat secara inklusif dan memastikan bahwa perpustakaan terus menjadi agen perubahan sosial yang relevan di era modern. Sobat pustaka, mari kita dukung transformasi perpustakaan di lingkungan kita dan menjadi bagian dari perubahan positif ini!
Baca Juga:
Peran Perpustakaan dalam Edukasi Generasi Muda
0 Response to "11 Negara Belajar ke Gunung Kidul dan Magelang tentang Perpustakaan"
Post a Comment