Dorongan Pelestarian Budaya Lokal Kalimantan Selatan
Sobat Pustaka, tahukah kamu bahwa budaya lokal adalah
kekayaan yang sangat berharga bagi sebuah daerah? Tidak hanya sebagai penanda
identitas, budaya lokal juga mencerminkan kearifan yang sudah diwariskan
turun-temurun. Salah satu sosok yang peduli dengan pelestarian budaya lokal di
Kalimantan Selatan adalah Wakil Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Desi
Octaviasari. Beliau tak hanya berfokus pada pembangunan fisik, namun juga
menyadari pentingnya menjaga dan melestarikan budaya lokal, khususnya di
Kabupaten Tapin. Melalui berbagai langkah strategis, Desi berupaya mendorong
masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam pelestarian budaya yang ada.
Salah satu langkah nyata yang dilakukan oleh Desi
Octaviasari adalah mensosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun
2017 tentang Budaya Banua dan Kearifan Lokal. Perda ini merupakan dasar hukum
yang diharapkan dapat memperkuat identitas budaya masyarakat Kalimantan
Selatan. Melalui perda ini, masyarakat diimbau untuk lebih memahami pentingnya
melestarikan budaya daerah sebagai bagian dari identitas kita. Bagi Desi,
memahami dan menjaga kearifan lokal adalah suatu kewajiban agar generasi mendatang
tetap mengenal dan mencintai budaya leluhur mereka.
Salah satu bentuk pelestarian budaya yang sedang
digencarkan oleh Desi adalah pelestarian kuliner tradisional khas Kalimantan
Selatan. Salah satunya adalah RPI (Roti Pisang Iseng) dan Iwak Paksasam,
kuliner khas yang sudah lama dikenal masyarakat, namun kini terancam punah di
tengah maraknya jajanan internasional. Sosialisasi yang dilakukan Desi mengajak
masyarakat Tapin untuk lebih mengenal dan mempromosikan kuliner tradisional
ini, bukan hanya sebagai makanan, tetapi sebagai bagian dari kearifan lokal yang
sangat bernilai.
Melalui upaya ini, Desi berharap kuliner tradisional
seperti RPI dan Iwak Paksasam tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga
berkembang. Dengan semakin banyaknya orang yang tertarik untuk mempelajari dan
menikmati kuliner tradisional ini, pelestarian budaya lokal pun dapat berjalan
dengan baik.
Namun, pelestarian budaya lokal tentu tidak dapat
dilakukan oleh pemerintah saja. Masyarakat Tapin pun diharapkan dapat berperan
aktif dalam upaya ini. Desi Octaviasari mengajak warga Tapin untuk turut serta
dalam menjaga keberlanjutan kuliner tradisional sebagai bagian dari identitas
mereka. Tak hanya itu, penting bagi setiap individu untuk melestarikan aspek
lain dari budaya lokal, mulai dari bahasa, tarian, hingga seni tradisional yang
sudah ada sejak zaman nenek moyang.
Baca Juga:
Tragedi
Truk Tabrak Angkot Rombongan Guru di Purworejo, 12 Orang Meninggal
Dengan partisipasi aktif dari masyarakat, bukan tidak
mungkin budaya Banua bisa terus berkembang, bahkan dikenalkan ke luar daerah
sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia yang tak ternilai harganya.
Desi Octaviasari juga berharap melalui sosialisasi
ini, masyarakat dapat meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya menjaga dan
mengembangkan budaya Banua. Menurutnya, jika masyarakat sadar akan pentingnya
budaya lokal, mereka akan lebih giat dalam melestarikan dan mewariskan
nilai-nilai budaya tersebut kepada generasi berikutnya.
Selain itu, Desi juga mengajak masyarakat untuk
memahami kearifan lokal sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
sehari-hari. Menghargai dan menjaga tradisi adalah cara kita untuk menghormati
perjuangan para pendahulu yang telah membangun budaya yang kita miliki.
Sosialisasi Perda ini dilaksanakan di dua desa yang
berbeda, yakni Desa Banua Hanyar Hulu dan Desa Kakaran, sebagai bagian dari
upaya pemerataan informasi ke masyarakat. Desi Octaviasari memandang bahwa
tidak semua orang dapat dengan mudah mengakses informasi terkait perda ini,
sehingga sosialisasi langsung kepada masyarakat menjadi hal yang sangat
penting. Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh lapisan masyarakat bisa lebih
memahami dan mendalami pentingnya pelestarian budaya lokal serta berbagai regulasi
yang mendukungnya.
Selain sosialisasi tentang budaya Banua, Desi juga
mensosialisasikan Perda Nomor 11 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak. Dalam kesempatan tersebut, Desi menyoroti permasalahan yang
cukup serius, yaitu tingginya kasus pernikahan dini yang masih marak terjadi di
daerah tersebut. Selain itu, angka perceraian juga menjadi isu yang perlu
mendapat perhatian. Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat mengenai pentingnya perlindungan hak-hak perempuan dan anak, serta
bagaimana peraturan daerah dapat menjadi solusi untuk melindungi mereka.
Dengan dilaksanakannya sosialisasi ini, Desi berharap
dapat tercipta peningkatan kesadaran di kalangan masyarakat terhadap pentingnya
menjaga dan mengembangkan budaya lokal, serta memberikan perlindungan yang
maksimal terhadap hak-hak perempuan dan anak. Melalui langkah-langkah ini, Desi
yakin masyarakat Tapin dan Kalimantan Selatan pada umumnya akan semakin peduli
dan berkomitmen untuk menjaga warisan budaya yang telah lama ada.
Baca Juga:
Perpisahan SMAN 1 Sungai Tabuk di Tempat Hiburan Malam Bikin Geger!
0 Response to "Dorongan Pelestarian Budaya Lokal Kalimantan Selatan"
Post a Comment