Robot Humanoid Polri, Gimik Futuristik atau Solusi Keamanan Masa Depan?
Halo, Sobat Pustaka! Di tengah semangat perayaan Hari Bhayangkara ke-79, ada satu hal yang bikin warganet heboh—bukan soal parade atau inovasi pelayanan publik, melainkan… robot humanoid! Polri memamerkan robot berwujud manusia yang katanya hasil karya anak bangsa. Sekilas tampak canggih dan futuristik. Tapi, setelah ditonton lebih teliti, kok malah bikin alis naik sebelah, ya?
Pertama-tama, mari kita bicara soal teknis. Robot-robot yang ditampilkan masih dikendalikan secara manual pakai remote jarak dekat. Gerakannya lamban, kaku, bahkan kadang seperti bingung arah. Jujur saja, ini lebih mirip robot mainan yang biasa kita lihat di toko elektronik, bukan robot cerdas yang siap bantu tugas kepolisian di lapangan.
Padahal, di tengah kemajuan teknologi artificial intelligence (AI), robot semacam ini seharusnya sudah bisa bergerak semi-otomatis, mengenali lingkungan, bahkan bereaksi terhadap kondisi sosial secara real-time. Tapi yang kita lihat, masih sebatas "nurut remote", bukan "tanggap situasi".
Kalau kita bicara jujur, anggaran untuk lembaga seperti Polri bukanlah angka kecil. Maka wajar kalau publik bertanya: apakah robot seperti ini betul-betul dibutuhkan sekarang? Atau sekadar ingin tampil futuristik di depan kamera?
Apalagi, Indonesia saat ini masih berjuang meningkatkan kualitas pelayanan publik—termasuk di bidang keamanan dan penegakan hukum. Belum semua masyarakat bisa mengakses laporan online dengan mudah, belum semua wilayah punya layanan polisi yang cepat dan responsif. Lalu, mengapa justru robot yang belum bisa berfungsi optimal yang dipamerkan?
Yang tak kalah menggelitik, dalam video yang beredar, robot-robot ini dikendalikan langsung oleh anggota Polri. Tapi… tampaknya belum ada pelatihan serius soal operasional robotik. Alhasil, selain robot yang kaku, polisi yang mengendalikan pun terlihat kikuk. Bayangkan kalau skenario ini diterapkan di tengah masyarakat—bukannya membantu, malah jadi tontonan.
Ini menunjukkan bahwa adopsi teknologi di institusi kita masih bersifat simbolik, belum menyentuh kesiapan SDM dan kejelasan fungsi. Sekadar tampil beda, tapi belum tentu menjawab kebutuhan lapangan.
Sobat Pustaka, kita tidak sedang menolak kemajuan teknologi. Justru, kita mendukung penuh transformasi digital di berbagai sektor, termasuk keamanan. Tapi yang kita harapkan adalah teknologi yang relevan, bermanfaat, dan berkelanjutan.
Baca Juga: Menyongsong Masa Depan Kendaraan Listrik dan Mobil Otonom
Bayangkan jika anggaran yang ada digunakan untuk membangun seperti: Sistem pelaporan online yang real-time dan terintegrasi dengan aplikasi mobile, Analisis data kriminal berbasis AI untuk prediksi kejahatan, CCTV pintar di wilayah rawan, lengkap dengan pengenalan wajah, dan Dashboard publik transparan soal progres penanganan kasus. Semua itu jauh lebih berdampak langsung bagi masyarakat daripada robot yang hanya bisa angkat tangan dan salaman di panggung upacara.
Momentum Hari Bhayangkara harusnya jadi ajang refleksi. Bukan hanya soal pencapaian, tapi juga arah ke depan. Kalau Polri ingin jadi institusi yang modern dan dipercaya publik, maka inovasinya pun harus menyentuh kebutuhan masyarakat, bukan sekadar menarik sorotan kamera.
Jadi, ayo kita dorong bersama penggunaan teknologi yang bermakna. Teknologi yang hadir bukan hanya untuk dipamerkan, tapi untuk membantu. Karena ujung dari semua inovasi adalah: pelayanan yang lebih baik untuk rakyat.
Baca Juga: Jalan Panjang Industri Otomotif Indonesia
#RobotPolri #HariBhayangkara #TeknologiBermakna #InovasiBukanGimik #PelayananPublik #SobatPustaka #KolomTeknologi #PustakawanBicara
0 Response to "Robot Humanoid Polri, Gimik Futuristik atau Solusi Keamanan Masa Depan?"
Post a Comment