Kiai Cakrawati Perempuan Perkasa dari Riam Kanan

Kiai Cakrawati Perempuan Perkasa dari Riam Kanan

Generated image

Halo sobat Pustaka, kalau bicara tentang perjuangan kemerdekaan di tanah Banjar, mungkin yang pertama terlintas di benak adalah nama-nama seperti Pangeran Antasari, Pangeran Hidayatullah, atau sang pemimpin tangguh Demang Lehman. Tapi tahukah kamu, di balik gegap gempita pertempuran itu, ada pula sosok-sosok perempuan luar biasa yang tak gentar turun ke medan laga?

Salah satunya adalah Kiai Cakrawati, yang dikenal juga dengan nama aslinya: Galuh Sarinah. Mungkin tak banyak yang mengenalnya. Namanya tak setenar Ratu Zaleha atau Bulan Jihad, namun jejak langkahnya menyatu dalam perjuangan rakyat Banjar melawan penjajahan Belanda—dan itu bukan sekadar cerita romantis belaka.

Asal-usul Galuh Sarinah datang dari wilayah Distrik Riam Kanan, sebuah kawasan yang saat itu juga menjadi basis penting gerakan perlawanan terhadap penjajahan. Ia bukan sekadar perempuan biasa. Ia adalah bagian dari lingkaran bangsawan Kesultanan Banjar, dan darah perjuangan sepertinya sudah mengalir kuat dalam dirinya.

Yang membuat kisahnya begitu istimewa adalah bagaimana ia memilih melanjutkan perjuangan suaminya—seorang pejuang yang dibunuh oleh Belanda. Setelah kepergian suaminya, Galuh Sarinah tak memilih bersembunyi dalam duka. Sebaliknya, ia justru mengenakan pakaian laki-laki milik mendiang suaminya dan memanggul senjata. Maka sejak saat itu, ia dikenal dengan nama Kiai Cakrawati, nama yang ia ambil untuk menghormati dan mewarisi semangat suaminya.

Baca Juga:

MENGENAL BUPATI TABALONG (2014-Sekarang) ANANG SYAKHFIANI

Di medan perang, Kiai Cakrawati bukan sekadar simbol. Ia benar-benar turun langsung ke garis depan, menunggang kuda dengan lincah, mengepalai pasukan, dan bertempur bersama nama-nama besar lainnya seperti Demang Lehman, Tumenggung Antaluddin, dan tentunya Pangeran Hidayatullah. Salah satu lokasi pertempuran yang menjadi saksi keberaniannya adalah Gunung Pamaton dan Benteng Gunung Madang di Kandangan—dua tempat yang hingga kini masih bergema dalam catatan sejarah sebagai titik panas perlawanan Banjar.

Kiai Cakrawati bukanlah pejuang yang mencari panggung. Ia adalah pejuang yang lahir dari luka, bergerak karena cinta pada tanah air, dan bertahan dalam kerasnya medan hanya dengan satu tujuan: kemerdekaan.

Sayangnya, sobat pustaka, riwayat Kiai Cakrawati tak tercatat dengan lengkap. Tak ada catatan pasti kapan dan di mana ia wafat. Sejarah seperti menyelimutinya dalam kabut. Tidak seperti tokoh-tokoh lain yang memiliki batu nisan atau prasasti, nama Kiai Cakrawati justru tenggelam dalam diam. Ia lenyap dari percakapan sejarah resmi, namun tetap hidup dalam cerita-cerita rakyat dan bisik-bisik generasi tua yang masih menyimpan bangga.

Dari cerita yang tertulis dalam buku “Perang Banjar-Barito” karya Ahmad Barjie, kita tahu bahwa kehadiran Kiai Cakrawati adalah bagian dari gelombang besar perlawanan perempuan Banjar. Dalam buku itu, ia disebut dengan hormat sebagai pejuang wanita yang mengabdi penuh di tengah hiruk-pikuk perang. Sosoknya menjadi inspirasi bagaimana perempuan Banjar tidak hanya berada di dapur atau di belakang layar, tapi juga hadir sebagai pelindung tanah kelahiran mereka.

Baca Juga:

MENGENAL BUPATI TABALONG (2004 -2014) RACHMAN RAMSYI

 

 

Kini, ketika generasi muda lebih akrab dengan pahlawan fiksi daripada pahlawan daerah sendiri, mungkin sudah saatnya kita mengangkat kembali cerita-cerita seperti milik Kiai Cakrawati ini. Bayangkan betapa berharganya jika kisahnya diangkat ke layar lebar, ditulis dalam buku bacaan sekolah, atau dihidupkan kembali dalam pertunjukan teater sejarah. Agar anak-anak kita tahu, bahwa dari Riam Kanan pernah muncul sosok perempuan yang menolak tunduk pada penjajahan, menunggang kuda seperti angin, dan melawan hingga akhir.

Sobat pustaka, sejarah bukan hanya soal yang tercetak di buku pelajaran. Sejarah adalah tentang menghidupkan kembali semangat orang-orang luar biasa seperti Kiai Cakrawati—yang pernah ada, pernah berjuang, dan pantas dikenang. Jangan biarkan nama-nama seperti Galuh Sarinah memudar. Mari kita teruskan kisah mereka, dari mulut ke mulut, dari buku ke buku, dari layar ke layar. Karena dari sanalah bangsa ini berdiri: di atas keberanian mereka yang tak gentar melawan.

Baca Juga:

MENGENAL BUPATI TABALONG NOOR AIDI (1999 - 2004)

 

0 Response to "Kiai Cakrawati Perempuan Perkasa dari Riam Kanan"

Post a Comment