Demi Haji, Orang Banjar Rela Berlayar Pertaruhkan Hidup

 Demi Haji, Orang Banjar Rela Berlayar Pertaruhkan Hidup


Ibadah haji merupakan penyempurna bagi seorang muslim, karena merupakan puncak dalam menjalankan ajaran Islam. Tentu diawali syahadatain, shalat, puasa dan zakat, baru bagi yang mampu untuk berhaji.

Dulu, beber Humaidy, ketika itu tidak menggunakan kapal api atau kapal bermesin, namun kapal layar yang tergantung tenaga angina berhembus. Menurut dia, perjalanan haji urang Banjar dimulai dari Pelabuhan Tatas (Fort Tatas) yang dikelola pemerintah kolonial Belanda. Rutenya kemudian singgah di Pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta).

Baca juga : SEJARAH SINGKAT TERBENTUKNYA KABUPATEN TABALONG

“Baru kemudian terus ke Aceh menunggu kapal dari India yang akan berlayar ke Hadramaut (Yaman) atau ke Jeddah (Saudi Arabia). Jarak tempuh memakan waktu hampir enam bulan atau lebih jika cuaca kurang bersahabat di laut,” papar Humaidy.“Naik haji merupakan prioritas utama dan diusahakan segera dengan upaya menabung atau arisan. Motivasi kuat naik haji orang Banjar ini, tidak semata-mata ingin menuntas rukun Islam yang kelima, tapi juga janji status sosial sesudah usai berhaji yakni salah satu orang yang akan diperhitungkan di lingkungan kehidupan sosialnya. Ia sudah naik kelas, dari kelas baik menjadi kelas menengah bahkan kelas atas (elite),” urai Humaidy mengutip tulisan Hasbi Salim.Bahkan, Humaidy mengungkapkan di era Kesultanan Banjar, sang Sultan menyediakan dana hampir tak terbatas bagi penuntut ilmu untuk berhaji dan memperdalam ilmu di Haramain (dua tanah suci, Mekkah dan Madinah) bahkan disediakan pemondokan di sana yang dikenal sebagai Barhat Banjar.

Baca juga: MENGENAL BUPATI TABALONG BADARUDIN KASIM (1972-1979)

“Menjelang pemberangkatan haji, masyarakat Banjar, mempunyai kebiasaan beberapa hari sebelumnya melakukan ziarah ke makam orangtua, kalau sudah meninggal dunia,” tuturnya. Humaidy mengungkapkan dalam perjalanan hati zaman dulu, masih menggunakan kapal laut. Satu yang terkenal adalah Kapal Gunung Jati. Saat berangkat untuk naik haji, banyak jamaah yang membawa bekal sebanyak-banyaknya.

“Ya, beras berkarung-karung, iwak wadi (ikan kering) bergadur-gadur), mandai dan lainnya. Ada pula yang membawa gula merah dibentuk bulat-bulat kecil yang diberikan kepada masyarkakat Arab yang bermukim di Makkah dan Madinah."

Baca Juga: Penghulu Rasyid Dan Masjid Pusaka Banua Lawas Tabalong

0 Response to "Demi Haji, Orang Banjar Rela Berlayar Pertaruhkan Hidup"

Post a Comment