Datu Abulung

Datu Abulung

Generated image

Jika kita berbicara tentang sejarah ulama besar yang mengukir jejak di tanah Kalimantan, nama Syekh Abdul Hamid Abulung, atau yang lebih dikenal dengan Datu Abulung, pasti tak akan lepas dari ingatan banyak orang. Sosok ini memang penuh dengan misteri, dengan ajaran yang menuai kontroversi dan perdebatan hingga kini. Namun, di balik itu semua, beliau memiliki peran besar dalam sejarah keagamaan di Kalimantan, yang tak banyak orang mengetahuinya.

Datu Abulung bukanlah seorang ulama yang menulis banyak kitab atau karya ilmiah. Keilmuannya lebih banyak diturunkan secara lisan melalui para murid dan pengikutnya. Meskipun begitu, ajarannya tentang tasawuf, yang dianggap berbeda dengan ajaran umum yang berlaku di kalangan masyarakat Banjar, tetap menarik perhatian. Ajaran-ajaran beliau, yang menekankan pada konsep Wihdatul Wujud, cukup mengguncang, bahkan menyebabkan kegelisahan di kalangan kalangan ulama dan penguasa pada zamannya.

Bagi sebagian besar masyarakat Banjar, Datu Abulung adalah seorang wali Allah yang memiliki kedudukan tinggi dalam dunia spiritual. Namun, ajaran yang beliau sampaikan tentang konsep "Tiada yang maujud hanya Dia" dan "Tiada aku melainkan Dia" ini justru mendapatkan protes keras dari banyak pihak. Banyak yang menilai ajaran tersebut dapat menyesatkan masyarakat, karena dianggap bertentangan dengan ajaran pokok Islam tentang Tauhid.

Baca Juga:

Mengenal Idham Chalid,  Sang Politikus dan Pejuang Agama dari Kalimantan Selatan

Pada abad ke-18, pemerintahan Kerajaan Banjar dipimpin oleh Sultan Tahlilullah. Pada masa itu, banyak ulama besar dari Banjar yang diutus untuk belajar agama ke Tanah Suci, Mekkah. Salah satunya adalah Syekh Abdul Hamid Abulung yang juga diberangkatkan untuk menuntut ilmu. Setelah kembali ke Banjar, beliau mulai mengajarkan ilmu-ilmu yang dipelajarinya, khususnya mengenai tasawuf. Ajaran ini, yang sangat berbeda dari yang dikenal umum di kalangan masyarakat, menimbulkan polemik di kalangan umat Islam pada waktu itu.

Salah satu ajaran utama Datu Abulung yang paling kontroversial adalah pemahaman tentang hakikat syariat. Beliau berpendapat bahwa syariat yang selama ini dijalankan oleh masyarakat hanyalah kulit belaka, dan esensi dari agama—hakikatnya—terletak jauh lebih dalam dari sekadar aturan formal yang tampak di luar. Banyak yang menganggap ajaran ini sesat, tetapi bagi pengikut setianya, ajaran ini adalah kebenaran yang harus diterima.

Gemparnya ajaran Datu Abulung akhirnya sampai ke telinga Sultan, yang merasa bahwa paham ini dapat mengancam stabilitas agama dan kerajaan. Sultan Tahlilullah memutuskan untuk memanggil Datu Abulung dan meminta penjelasan langsung dari beliau. Tetapi sebelum itu, Sultan meminta pendapat dari ulama besar Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, yang merupakan salah satu tokoh agama paling dihormati di Banjar, untuk menilai ajaran Datu Abulung.

Syekh Muhammad Arsyad, setelah mempelajari ajaran tersebut, menyimpulkan bahwa ajaran Datu Abulung berbahaya karena bisa merusak akidah masyarakat dan berpotensi menyesatkan. Oleh karena itu, Sultan memutuskan untuk menghukum Datu Abulung demi menjaga keselamatan agama rakyatnya. Datu Abulung pun ditangkap, namun tidak mudah bagi siapapun untuk menumpasnya.

Ada satu peristiwa yang masih dikenang dalam sejarah mengenai keberanian Datu Abulung. Ketika prajurit kerajaan datang untuk memanggilnya, Datu Abulung hanya menjawab, "Tiada yang ada, hanya Allah." Bahkan, ketika dipanggil dengan sebutan Allah, beliau menjawab, "Tiada yang ada, hanya Nur Muhammad." Hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan prajurit dan bahkan Sultan.

Baca Juga:

Mengenal Pangeran Muhammad Noor, Bapak Bangsa Asal Kalimantan Selatan

Kemudian, dalam perjalanan menuju istana, terjadi peristiwa yang tidak biasa. Salah satu perangkap yang dipasang di jalan untuk menjebaknya dengan tombak tajam, ternyata tidak menyentuh tubuh Datu Abulung. Tombak tersebut malah melesat dan jatuh ke tanah tanpa menyentuh beliau. Setelah sampai di istana, Datu Abulung menunjukkan kesaktiannya. Ketika beliau mengucapkan kalimat syahadat, tubuh beliau menghilang dan kemudian muncul kembali setelah kalimat kedua diucapkan. Keajaiban-keajaiban seperti ini semakin memperkuat keyakinan sebagian orang akan kebenaran ajaran Datu Abulung.

Namun, untuk menjaga agar masyarakat tidak terpengaruh ajaran tersebut, Sultan akhirnya memutuskan untuk memenjarakan Datu Abulung dalam kerangkeng yang hanya cukup untuk berdiri. Keanehan lainnya terjadi ketika kerangkeng tersebut terus muncul ke permukaan air sungai saat waktu sholat tiba, dan tenggelam kembali setelah sholat selesai. Suara azan yang terdengar dari kerangkeng tersebut menjadi petunjuk bagi sepuluh orang nelayan yang akhirnya datang dan berguru kepada Datu Abulung.

Setelah peristiwa itu, Datu Abulung akhirnya meninggal dunia, dan makam beliau yang terletak di tepi Sungai Lok Buntar hingga kini menjadi tempat ziarah. Masyarakat setempat masih mempercayai adanya keanehan yang terjadi di makam beliau, yang selalu terangkat saat ada banjir.

Datu Abulung, meskipun ajarannya penuh kontroversi, tetap dihormati oleh banyak orang karena pengorbanannya dalam mengajarkan kebenaran menurut pandangannya, meski harus berhadapan dengan kekuasaan. Sosok beliau tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah spiritual di Kalimantan. Semoga cerita ini memberikan kita pemahaman yang lebih dalam tentang keberanian, kesabaran, dan ajaran spiritual yang beliau wariskan kepada kita.

Baca Juga:

Menelusuri Jejak Spiritual Datu Suban di Kalimantan Selatan

 

0 Response to "Datu Abulung"

Post a Comment