Datu Suban Sang Waliyullah dari Muning Tatakan

Datu Suban Sang Waliyullah dari Muning Tatakan

Gambar yang dibuat

Bagi banyak orang di Kalimantan Selatan, nama Datu Suban mungkin sudah tidak asing lagi. Beliau adalah sosok yang dikenal dengan berbagai ilmu kebatinan dan spiritual yang sangat luas dan mendalam. Dikenal juga sebagai seorang waliyullah, Datu Suban memiliki martabat yang tinggi, baik dalam ilmu agama maupun kepribadiannya. Beliau dilahirkan dengan nama lengkap Datu Syaiban bin Zakaria Zulkifli, di kampung Muning Tatakan, sebuah desa yang terletak di Kabupaten Tapin Rantau. Ibu beliau bernama Maisyarah, yang tentu turut membentuk perjalanan hidup dan spiritualitas beliau.

Semasa hidupnya, Datu Suban memiliki peran yang sangat besar di kalangan masyarakat, terutama dalam bidang agama dan pengajaran. Beliau dikenal sangat ramah, dan kehadirannya sangat disegani oleh banyak orang. Bukan hanya oleh masyarakat sekitar, namun juga para murid yang datang dari berbagai daerah untuk menimba ilmu darinya. Datu Suban adalah guru dari berbagai datu yang berasal dari Muning, dan di antara ilmu-ilmu yang diajarkan, terdapat ilmu yang jarang dimiliki oleh orang lain.

Ilmu-ilmu yang diajarkan Datu Suban sangat beragam. Beliau menguasai ilmu tasawuf yang mendalam, ilmu kebal, ilmu kabariat, bahkan ilmu untuk berjalan di atas air. Tidak hanya itu, Datu Suban juga dikenal dengan ilmu maalih rupa, pandangan jauh, serta ilmu pengobatan, kecantikan, dan falakiah. Para muridnya datang dengan harapan untuk mendapatkan berkah dan pengetahuan dari sang guru yang tidak hanya memiliki ilmu yang luas, tetapi juga keikhlasan hati dalam berbagi ilmu tersebut.

Baca Juga:

Mengenal Abdul Hafiz Anshari, Mantan Ketua KPU dan MUI

Di antara murid-muridnya yang terkenal, terdapat 13 orang yang dianggap sebagai penerus utama dari ajaran-ajaran Datu Suban. Murid-murid ini, seperti Datu Murkat, Datu Taming Karsa, hingga Datu Sanggul, masing-masing memiliki keistimewaan dan kesaktian yang berkat bimbingan Datu Suban. Mereka tidak hanya ahli dalam ilmu kebatinan, tetapi juga dikenal sebagai sosok yang mampu membawa manfaat besar bagi masyarakat sekitar.

Salah satu ajaran utama yang selalu diajarkan oleh Datu Suban adalah ilmu ma'rifat, yakni ilmu untuk mengenal diri. Ilmu ini disampaikan melalui tarekat khusus, yakni tarekat memusyahadahkan Nur Muhammad. Tarekat ini tidak hanya sekedar ajaran spiritual, tetapi juga merupakan bagian dari pemahaman lebih dalam mengenai makrifat dan perjalanan jiwa dalam mendekatkan diri kepada Allah. Ajaran ini sendiri bukan hal baru, karena sebelumnya telah ada ulama terkenal seperti Syekh Ahmad Syamsuddin Al-Banjari yang telah mengembangkan risalah tentang Nur Muhammad.

Datu Suban tidak hanya dikenal sebagai guru yang bijaksana, tetapi juga memiliki karamah yang luar biasa. Salah satunya adalah karamah kasyaf, yaitu kemampuan untuk mengetahui rahasia-rahasia yang tersembunyi. Melalui kemampuan ini, Datu Suban dapat mengetahui sampai sejauh mana murid-muridnya mampu menerima ilmu yang diberikan kepadanya. Hal ini terbukti ketika beliau memutuskan untuk menyerahkan kitab pusaka yang sangat berharga, yang kemudian dikenal dengan nama kitab barencong, kepada Datu Sanggul, salah satu muridnya.

Bukan hanya itu, Datu Suban juga memiliki kemampuan untuk mengetahui kapan ajalnya akan tiba. Hal ini beliau rasakan melalui tanda-tanda yang sangat jelas. Ketika beliau merasakan adanya cahaya berwarna putih yang memancar dari tubuhnya, beliau mengetahui bahwa waktunya untuk berpindah alam semakin dekat. Kepergiannya pun sangat penuh makna bagi para muridnya, yang menjadi saksi dari proses transisi beliau menuju alam yang lebih abadi.

Baca Juga:

Mengenal Gusti Muhammad Hatta, Orang Banjar Yang Cinta Lingkungan

 

Pada malam terakhirnya di dunia ini, Datu Suban mengumpulkan semua muridnya untuk memberikan pesan yang mendalam. Di tengah suasana yang khidmat, beliau menyampaikan bahwa waktu yang dimilikinya di dunia ini sudah hampir habis. Dengan penuh ketenangan, Datu Suban meminta para muridnya untuk berzikir bersama, mengiringi kepergiannya menuju alam yang lebih tinggi. Zikir yang dipimpin oleh beliau seakan menjadi sebuah simbol dari perpisahan, sekaligus penguatan bagi murid-muridnya untuk melanjutkan perjalanan spiritual mereka.

"Perhatikanlah, apabila aku turun dan berdiri di atas batu merah dan hitam, pandanglah aku dengan sebenar-benarnya. Jika aku tetap ada, berarti ilmu yang kuajarkan belum sempurna. Tetapi jika aku tiada, maka ilmu yang kuajarkan adalah ilmu yang sejati dan sempurna," ujar Datu Suban sebelum beliau mengakhiri perjalanan hidupnya di dunia.

Dengan munculnya cahaya yang memancar hingga ke langit, Datu Suban menghilang, meninggalkan para murid dan masyarakat yang hadir dengan rasa takjub dan penuh hormat. Kepergiannya adalah sebuah penutupan yang penuh hikmah, yang mengajarkan kepada kita bahwa ilmu yang diberikan dengan tulus akan terus hidup, meski sang guru telah tiada.

Datu Suban adalah contoh nyata dari seorang wali yang bukan hanya berbagi ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur dalam setiap ajaran yang disampaikan. Kepergian beliau meninggalkan bekas yang tak terhapuskan, dan ajaran-ajaran beliau terus mengalir melalui murid-murid yang telah siap meneruskan warisan ilmu yang agung ini.

Baca Juga:

Mengenal Idham Chalid,  Sang Politikus dan Pejuang Agama dari Kalimantan Selatan

 

0 Response to "Datu Suban Sang Waliyullah dari Muning Tatakan"

Post a Comment