Sejarah Kalimantan II Versi Ke II

 Sejarah Kalimantan II Versi Ke II



Kalimantan secara toponim disebut dengan nama : Kalamantan/ Calémantan/ Kalémantan Kelamantan/ Kilamantan/ Klamantan/ Klémantan/ K’lemantan/ Quallamontan.

Kalimantan menjadi pulau terbesar ketiga di dunia yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa dan di sebelah barat Pulau Sulawesi. Pulau Kalimantan dibagi menjadi wilayah Brunei, Indonesia (dua per tiga) dan Malaysia (sepertiga). Pulau Kalimantan terkenal dengan julukan “Pulau Seribu Sungai” karena pulau ini mempunyai banyak sungai yang besar dan panjang, diantaranya adalah Sungai Kapuas dan Sungai Barito.

Pada zaman dahulu, pulau ini disebut Borneo yang kemungkinan berasal dari nama dari kesultanan Brunei, nama ini dipakai pada saat kolonial Inggris dan Belanda dan merupakan sebutan untuk seluruh pulau Kalimantan.

Baca Juga: Dispersip Tabalong Belajar Pelaporan Pemusnahan Arsip ke Depo Dispersip Kalsel

Nama Kalimantan adalah nama yang paling sering digunakan oleh penduduk kawasan timur pulau ini yang sekarang termasuk dalam. wilayah Indonesia. Wilayah Utara saat ini sudah terbagi dalam 3 negara, yaitu : Malaysia, Brunei Darussalam dan Indonesia, sedang Wilayah Selatan semuanya menjadi wilayah Indonesia

Dalam arti luas “Kalimantan” meliputi seluruh pulau yang juga disebut dengan Borneo, sedangkan dalam arti sempit Kalimantan hanya mengacu pada wilayah Indonesia.

Asal-usul nama Kalimantan tidak begitu jelas. Sebutan kelamantan digunakan di Sarawak untuk menyebut kelompok penduduk yang mengonsumsi sagu di wilayah utara pulau ini.

Menurut Crowfurd, kata Kalimantan adalah nama sejenis mangga (Mangifera) sehingga pulau Kalimantan adalah pulau mangga, namun dia menambahkan bahwa kata itu berbau dongeng dan tidak populer.. Mangga lokal yang disebut klemantan ini sampai sekarang banyak terdapat di perdesaan di daerah Ketapang dan sekitarnya, Kalimantan Barat.

Baca Juga: Kisah Ustaz Miftah El-Banjary Bangun Pesantren Berkat Sholawat Dalail Khairat

Menurut pendapat C. Hose dan Mac Dougall, “Kalimantan” berasal dari nama-nama enam golongan suku-suku setempat yakni Iban (Dayak Laut), Kayan, Kenyah, Klemantan (Dayak Darat), Murut, dan Punan. Dalam karangannya, Natural Man, a Record from Borneo (1926), Hose menjelaskan bahwa Klemantan adalah nama baru yang digunakan oleh bangsa Melayu. Namun menurut Slamet Muljana, kata Kalimantan bukan kata Melayu asli tapi kata pinjaman sebagai halnya kata Malaya, melayu yang berasal dari India (malaya yang berarti gunung).

Pendapat yang lain menyebutkan bahwa Kalimantan atau Klemantan berasal dari bahasa Sanskerta, Kalamanthana yaitu pulau yang udaranya sangat panas atau membakar (kal[a]: musim, waktu dan manthan[a]: membakar). Karena vokal a pada kala dan manthana menurut kebiasaan tidak diucapkan, maka Kalamanthana diucap Kalmantan yang kemudian disebut penduduk asli Klemantan atau Quallamontan yang akhirnya diturunkan menjadi Kalimantan.

Terdapat tiga kerajaan besar (induk) di pulau ini yaitu Borneo (Brunei/ Barune), Succadana (Tanjungpura/ Bakulapura), dan Banjarmasinn (Nusa Kencana). Penduduk kawasan timur pulau ini menyebutnya Pulu K’lemantan, orang Italia mengenalnya Calemantan dan orang Ukraina : Калімантан. Dan menurut bahasa Jawa, nama Kalimantan dapat berarti “Sungai Intan”, nama dari sebuah sungai yang berada di Kalimantan Selatan. Sejak dahulu sungai besar di Kalimantan sudah menjadi salah satu sarana transportasi sungai dan juga perdagangan.

Sepanjang sejarahnya, Kalimantan juga dikenal dengan nama-nama yang lain. Kerajaan Singasari, misalnya, menyebutnya “Bakulapura” yaitu jajahannya yang berada di barat daya Kalimantan. Bakula dalam bahasa Sanskerta artinya pohon tanjung (Mimusops elengi) sehingga Bakulapura mendapat nama Melayu menjadi “Tanjungpura” artinya negeri/ pulau pohon tanjung yaitu nama kerajaan Tanjungpura yang sering dipakai sebagai nama pulaunya. Sementara Kerajaan Majapahit di dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 menyebutnya “Tanjungnagara” yang juga mencakup pula Filipina seperti Saludung (Manila) dan Kepulauan Sulu.

Baca Juga: PT Adaro Buka Lowongan Kerja di Tabalong Hingga 29 Desember 2022

Hikayat Banjar, sebuah kronik kuno dari Kalimantan Selatan yang bab terakhirnya ditulis pada tahun 1663, tetapi naskah Hikayat Banjar ini sendiri berasal dari naskah dengan teks bahasa Melayu yang lebih kuno pada masa kerajaan Hindu, di dalamnya menyebut Pulau Kalimantan dengan nama Melayu yaitu pulau “Hujung Tanah”. Sebutan Hujung Tanah ini muncul berdasarkan bentuk geomorfologi wilayah Kalimantan Selatan pada zaman dahulu kala yang berbentuk sebuah semenanjung yang terbentuk dari deretan Pegunungan Meratus dengan daratan yang berujung di Tanjung Selatan yang menjorok ke Laut Jawa. Keadaan ini identik dengan bentuk bagian ujung dari Semenanjung Malaka yaitu Negeri Johor yang sering disebut “Ujung Tanah” dalam naskah-naskah Kuno Melayu. Semenanjung Hujung Tanah inilah yang bersetentangan dengan wilayah Majapahit di Jawa Timur sehingga kemudian mendapat nama Tanjungnagara artinya pulau yang berbentuk tanjung/ semenanjung.

Baca juga: Sejarah Kalimantan I Versi Pertama

Sebutan “Nusa Kencana” adalah sebutan pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa Kuno seperti dalam Ramalan Prabu Jayabaya dari masa kerajaan Kadiri (Panjalu), tentang akan dikuasainya Tanah Jawa oleh bangsa Jepang yang datang dari arah Nusa Kencana (Bumi Kencana). Memang terbukti sebelum menyeberang ke Jawa, tentara Jepang terlebih dahulu menguasai ibukota Kalimantan saat itu yaitu Banjarmasin. Nusa Kencana sering pula digambarkan sebagai Tanah Sabrang yaitu sebagai perwujudan Negeri Alengka yang primitif tempat tinggal para raksasa di seberang Tanah Jawa. Di Tanah Sabrang inilah terdapat Tanah Dayak yang disebutkan dalam Serat Maha Parwa.

Sebutan-sebutan yang lain antara lain: “Pulau Banjar”, Raden Paku yang dikenal sebagai Sunan Giri, diriwayatkan pernah menyebarkan Islam ke Pulau Banjar, demikian pula sebutan oleh orang Gowa, Selaparang (Lombok), Sumbawa dan Bima karena kerajaan-keraja an ini memiliki hubungan bilateral dengan Kesultanan Banjar; “Jawa Besar” sebutan dari Marco Polo penjelajah dari Italia atau dalam bahasa Arab; dan “Jaba Daje” artinya “Jawa di Utara (dari pulau Madura) sebutan suku Madura terhadap pulau Kalimantan baru pada abad ke-20.

Baca Juga: Sejarah Terbentuknya Kabupaten Tabalong

Borneo/Borneum adalah nama alternatif untuk Pulau Kalimantan dan muncul akibat salah lafal pedagang Portugal yang diikuti oleh orang Eropa lainnya pada abad ke-17 terhadap nama Brunei ("Barune", menurut Negarakertagama atau "Dahak-Waruni". Pada masa itu, Brunei merupakan salah satu pelabuhan dagang penting untuk produk kehutanan. Lorenzo de Gomez yang pertama mengunjungi pulau ini tahun 1518. Sebutan lain untuk Borneo adalah Bona Fortuna.

Dalam penggunaan di dunia internasional, nama "Borneo" yang lebih banyak digunakan. Dalam konteks Indonesia, istilah ini sering kali dipakai untuk merujuk nama Pulau Kalimantan secara keseluruhan, termasuk Sabah, Sarawak, dan Brunei Darussalam berbeda dengan nama Kalimantan yang merujuk pada wilayah yang secara administratif berada di Indonesia.

Baca Juga: Sejarah Kalimantan III Sejarah Pemerintahan di Kalimantan

0 Response to "Sejarah Kalimantan II Versi Ke II"

Post a Comment