Pernikahan Abah Guru Sekumpul
Sobat Pustaka, siapa yang tak mengenal Abah Guru
Sekumpul? Seorang ulama besar yang begitu dihormati dan dicintai oleh banyak
orang. Namun, tahukah Anda bahwa di balik kebesaran dan keteguhannya dalam
menuntut ilmu dan memimpin majelis taklim, Abah Guru Sekumpul memiliki kisah
pribadi yang sangat menarik, khususnya mengenai pernikahannya? Mari kita ulas
bersama kisah cinta Abah Guru yang penuh makna ini.
Pada tahun 1975, Abah Guru Sekumpul, yang saat itu
masih berusia sekitar 30 tahun, hidup dalam kesibukan menuntut ilmu dan
mengajar di majelis taklim Kraton Martapura. Beliau lebih fokus pada
pengembangan diri dan dakwah, sehingga pernikahan seakan menjadi hal yang jauh
dari pikirannya. Walaupun demikian, tak bisa dipungkiri bahwa Abah Guru
memiliki banyak pengagum, baik dari kalangan wanita maupun laki-laki. Wajahnya
yang tampan, dengan tubuh yang gagah, serta suara merdu dan sikap yang lembut,
menjadikannya sosok yang idaman banyak orang.
Namun, meski begitu banyak wanita yang menginginkan
dirinya, Abah Guru tetaplah teguh pada pilihannya untuk tidak terburu-buru
dalam hal pernikahan. Abah Guru seolah memiliki panggilan lain yang lebih
penting, yaitu untuk terus menuntut ilmu dan memberikan manfaat bagi umat.
Namun, seperti yang kita tahu, takdir selalu memiliki cara yang unik dalam
mengarahkan hidup seseorang.
Baca Juga:
Menelusuri Jejak Spiritual Datu Suban di
Kalimantan Selatan
Kisah pernikahan Abah Guru dimulai pada suatu acara
peringatan Hari Besar Islam yang diadakan di Keraton Martapura. Seperti biasa,
Abah Guru tampil dengan kharisma luar biasa, melantunkan ayat-ayat suci
Al-Quran dengan penuh penghayatan. Namun, di tengah-tengah acara tersebut,
sesuatu yang tak terduga terjadi. Ketika Abah Guru tengah menyampaikan
pengajian, terdengar suara gaduh yang berasal dari keramaian jamaah wanita yang
memadati tempat acara. Ternyata, mereka berdesakan hanya untuk melihat Abah Guru
yang begitu tampan. Kayu penggantung tirai pembatas yang memisahkan jamaah
laki-laki dan wanita pun patah, akibat beban yang terlalu berat.
Peristiwa inilah yang akhirnya membuka mata Abah Guru
akan pentingnya pernikahan. Meskipun beliau telah menjadi idaman banyak wanita,
ternyata Abah Guru juga memerlukan pendamping hidup untuk menyempurnakan sunnah
Rasulullah SAW. Sejak peristiwa tersebut, Abah Guru mulai terbuka dengan niat
untuk menikah.
Ibunda Abah Guru, Masliyah, yang telah lama
menginginkan agar puteranya segera menikah, akhirnya berbicara tentang hal ini.
Beliau mengetahui bahwa kesibukan Abah Guru yang sangat padat dengan ilmu dan
dakwah membuatnya lupa akan hal tersebut. Namun, dengan sabar, Ibunda Masliyah
memberi restu pada niat anaknya untuk mencari pasangan hidup.
Pada suatu acara Maulid di rumah Haji Sulaiman, sepupu
jauh Abah Guru, Abah Guru bertemu dengan seorang gadis yang menarik
perhatiannya. Setelah acara selesai, Abah Guru bertanya kepada anak Pak Haji
Sulaiman, Syahrani, tentang siapa yang membukakan pintu rumah tadi. Ternyata,
itu adalah kakaknya, Siti Juwairiyah, yang akhirnya menjadi pilihan hati Abah
Guru.
Baca Juga:
Kontroversi Ajaran Wujudiyyah Datu
Abulung
Abah Guru yang pada saat itu sudah merasa yakin dengan
pilihannya, segera mengabarkan niatnya kepada ibunda. Masliyah pun terkejut
dengan jawaban singkat Abah Guru yang menyebutkan bahwa wanita yang dimaksud
adalah iparnya. Setelah berbincang lebih lanjut, keluarga Abah Guru sepakat
untuk melanjutkan niat tersebut. Berbagai musyawarah dengan ulama pun
dilakukan, termasuk meminta restu dari Guru Bangil dan Kyai Hamid Pasuruan.
Akhirnya, setelah melalui berbagai proses dan
persetujuan dari kedua belah pihak, Abah Guru menikahi Siti Juwairiyah pada
tanggal 11 Rabiul Awal 1395 H atau 23 April 1975 M. Pernikahan ini
diselenggarakan dengan meriah, dengan ribuan undangan hadir. Acara walimah pun
berlangsung sangat meriah, hingga daging dan telur yang disediakan untuk jamuan
harus dibeli lagi dari Banjarmasin karena kehabisan. Acara ini dihadiri oleh
banyak ulama besar, termasuk Habib Zein al-Habsyi, yang merasa bahagia atas
pernikahan anak angkat kesayangannya ini.
Pernikahan Abah Guru Sekumpul dan Siti Juwairiyah
bukan hanya sekedar sebuah ikatan cinta, tetapi juga menjadi simbol dari
kebesaran niat dan ketulusan hati dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Semoga
pernikahan ini bisa menjadi teladan bagi kita semua, baik yang sedang mencari
pasangan hidup maupun yang sudah berkeluarga. Semoga kita semua selalu
diberikan kebahagiaan dan keberkahan dalam menjalani kehidupan, seperti yang
dirasakan oleh Abah Guru Sekumpul dan istrinya. Aamiin.
Baca Juga:
Peran Syekh Abu Thalhah dalam Penyebaran
Islam di Kalimantan Timur
0 Response to "Pernikahan Abah Guru Sekumpul"
Post a Comment